MasjidSunan Ampel, Surabaya. Sumber: IG @masjidampel. Masjid Agung Demak. Sumber: IG @wartademak. Masjid Menara Kudus. Sumber: IG @dolan_adventure.id. Masjid Gedhe Kauman. Masjid Agung Keraton Surakarta. 6. Masjid Raya Baiturrahman. 7. Sumur Gumuling. Istana Maimun. Apa peninggalan peninggalan masa kesultanan di Nusantara?
Iaberkuasa selama 29 tahun dan digantikan oleh Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326 M). Namun, ada juga yang menyebutkan, Malik al-Saleh diangkat menjadi sultan di Kerajaan Samudera Pasai oleh seorang Laksamana Laut dari Mesir bernama Nazimuddin al-Kamil setelah berhasil menaklukkan Pasai.
Merekapenasaran cara membuat kaligrafi dari bahan bungkus makanan ringan ini. "Ramadan tahun ini sedikit berbeda yang sebelumnya. Kegiatan sekarang ini siswa di ajak napak tilas sejarah Islam di Gresik dengan kunjungan ke makam Sunan Giri dan museumnya. Agar anak lebih paham tentang sejarah Islam," ungkap Utadzah Farida, Waka Ismuba Spemupat.
Beberapaseni kaligrafi peninggalan sejarah Islam di Indonesia adalah Kaligrafi Maulana Malik Ibrahim, Kaligrafi Makam Sunan Giri, Kaligrafi Makam Sunan Gunung Jati, Kaligrafi Makam Ratu Nahrsiyah Samudra Pasai, dan Kaligrafi Makam Fatimah Binti Maimun di Gresik.. Seni Sastra. Berikut beberapa macam seni sastra yang berkembang pada masa penyebaran Islam di nusantara.
ContohKaligrafi Pada Makam Sunan Malik Al Saleh | Gambar Kaligari - gambar kaligrafi pada makam sunan malik al saleh | gambar kaligrafi pada makam sunan malik al saleh. Image Source: i2.wp.com. Share this Facebook Twitter Google+ Buffer. Tags: #gambar kaligrafi pada makam sunan malik al saleh.
Vay Tiá»n TráșŁ GĂłp 24 ThĂĄng. ï»żMakam Sunan Giri Harga Tiket Masuk Gratis. Jam Buka 24 Jam. Nomor Telepon -. Alamat / Lokasi Jl. Sunan Giri, Pedukuhan, Kebomas, Gresik, Jawa Timur, Indonesia, -. Sejarah masuknya Islam ke Indonesia tak lepas dari peran pada Wali Songo. Salah satu wali yang makamnya masih sering dikunjungi sampai sekarang yaitu Makam Sunan Giri. Makam ini terletak di daerah Gresik, Jawa Timur, tepatnya di Bukit Giri. Karena lokasinya di dataran tinggi maka bagi ingin pergi ke makam harus menaiki beberapa anak tangga yang tinggi. Meskipun begitu, tangganya dibuat senyaman mungkin agar mudah untuk bagi para pengunjung. Selain tangga, pengunjung juga harus melalui 3 halaman sebelum sampai ke lokasi makam. Tidak hanya makam, di sini juga terdapat museum yang berisi barang-barang peninggalan milik Sunan Giri. Selain museum, ada juga bangunan Giri Kedaton yang merupakan bekas pesantren yang didirikan Sunan Giri. Setelah Sunan Giri menjadi pemimpin kerajaan Giri Kedaton, bangunan tersebut berubah menjadi kantor pemerintahan. Harga Tiket Masuk ke Makam Sunan Giri Untuk mengunjungi makam Sunan Giri tidak perlu membayar tiket masuk. Di sini hanya tersedia beberapa kotak amal untuk menampung sedekah pengunjung. Begitu juga jika berkunjung ke Museum Giri dan Giri Kedaton tidak ada pungutan biaya masuk. Namun bagi yang membawa kendaraan, maka hanya perlu membayar biaya parkir. Harga Tiket Masuk dan Parkir Makam Sunan Giri Gratis Museum Giri Gratis Giri Kedaton Gratis Parkir motor/mobil Baca Dynasty Water World Gresik Tiket & Wahana Jam Buka Makam Sunan Giri Makam Sunan Giri dibuka setiap hari selama 24 jam. Agar bisa menikmati suasana dengan nyaman, sebaiknya datang ketika cuaca cerah. Lalu, jika ingin lebih khusyuk dalam berdoa di sini, coba datang saat hari biasa. Jam Operasional Setiap hari 24 jam Wisata Religi dan Mitos Buah Mengkudu di Area Makam Makam Sunan Giri dikenal sebagai area wisata religi dan sejarah Islam yang populer di seluruh Indonesia. Foto Google Map/Defid Ubaidillah Makam Sunan Giri merupakan kawasan wisata religi yang populer di Indonesia. Lokasi makam berada di Bukit Giri. Untuk sampai ke sini pengunjung harus menaiki anak tangga yang tinggi. Sebelum masuk ke area makam, terdapat 3 halaman yang cukup luas. Biasanya, pengunjung yang datang ke sini bertujuan untuk berziarah dan mengirimkan doa untuk Sunan Giri. Terdapat tempat wudu dan musala di dekat makam. Makam ini banyak didatangi peziarah pada saat-saat tertentu seperti malam jumat dan hari libur nasional. Di sekitar kawasan makam terdapat pasar dan kios-kios. Setelah berdoa di makam, biasanya pengunjung akan mencari oleh-oleh dan souvenir khas Gresik. Selain pasar, di sini juga terdapat pohon mengkudu. Buah dari pohon ini dipercaya bisa mengobati berbagai macam penyakit. Selain penyakit, khasiat buat ini juga dipercaya bisa membantu pasangan yang ingin memiliki keturunan. Hal itu membuat pengunjung seringkali memburu buah mengkudu ini. Baca Pantai Delegan Gresik Tiket & Daya Tarik Mengunjungi Situs Giri Kedaton Giri Kedaton merupakan salah satu tempat wisata yang menawarkan wisata religi dan sejarah Islam di daerah Giri, Gresik. Foto Google Map/Zakky Boyz Giri Kedaton merupakan sebuah situs peninggalan zaman pemerintahan Sunan Giri. Bangunan ini berdiri pada tahun 1487 Masehi dan berfungsi sebagai pesantren. Pesantren menjadi pusat pembelajaran agama Islam di Giri. Situs ini terletak di atas perbukitan dengan ketinggian 77 mdpl. Bangunan ini berdiri hanya 200 meter dari Makam Sunan Giri. Lokasi berdirinya situs ini dipilih atas petunjuk dari Syekh Maulana Ishaq, ayah dari Sunan Giri. Sama seperti ayahnya, Sunan Giri juga memilih area tersebut berdasarkan segenggam tanah yang Ia peroleh dari Samudera Pasai. Pengunjung yang datang ke situs ini bisa menikmati wisata sejarah dan religi sekaligus. Arsitektur bangunan ini masih terjaga keasliannya. Pada Babad Gresik tertulis bahwa bangunan situs ini merupakan istana bertingkat 7. Hal ini tak lepas karena bentuk bangunan ini yang berupa 7 undakan. Dari 7 undakan, sementara ini baru ditemukan 5 teras. Struktur bangunan teras ini tingkatannya serupa kaki dan tubuh bangunan candi. Di dalam situs ini terdapat makam dari Raden Supeno, putra dari Sunan Giri. Selain itu, terdapat juga makam dari Empu Supo, yaitu pengrajin keris yang digunakan oleh Sunan Giri. Pengunjung yang datang ke sini biasanya juga berdoa dan beribadah di sekitar kawasan makam. Baca ALUN-ALUN GRESIK 5 Daya Tarik Istimewa Melihat Sejarah di Museum Giri Di Museum Giri terdapat barang-barang peninggalan yang milik Sunan Giri dan barang hibah dari wilayah lain. Foto Google Map/Ananda Febrina Dewi Selain makam dan Giri Kedaton, pengunjung juga biasanya akan menyempatkan ke Museum Giri. Bangunan museum ini terdiri dari 2 tingkat. Daya tarik dari museum ini yaitu adanya beberapa barang peninggalan milik Sunan Giri. Barang-barang tersebut antara lain yaitu serban, sajadah, Al Quran kuno, rebana, pelana kuda, dan keris Kalam Munyeng. Di museum ini juga tersimpan barang-barang hibah yang dari wilayah lain kepada pemerintahan Sunan Giri. Ada beduk kuno dari Masjid Manyar dan beberapa Guci Kuno. Sunan Giri juga pernah menerima Al Quran dan fragmen Al Quran berbahan kertas dari Eropa dengan tinta dari Cina. Selanjutnya, pada lantai 1 museum ini terdapat juga barang-barang lain yang tidak berkaitan dengan penyebaran agama Islam di Indonesia. Barang-barang itu yakni artefak dan fosil manusia purba. Museum ini diberi nama yang sama dengan Sunan Giri untuk mengenang salah satu tokoh dari Wali Songo. Penamaan tersebut juga untuk menghormati jasa beliau dalam menjadikan Giri sebagai bandar dagang dan pusat budaya pesisir. Peresmian Museum Giri terlaksana pada tahun 2003. Tujuan pembangunan museum ini yaitu sebagai tempat untuk mengetahui perkembangan Islam di daerah Gresik. Awalnya, lokasi museum ini berada di dekat makam salah seorang wali, yakni Maulana Malik Ibrahim. Namun, pada 2013, Pemerintah Kabupaten Gresik memindahkannya ke komplek makam Sunan Giri. Baca WAGOS Wisata Alam Gosari Gresik Tiket & Ragam Spot Foto Sedikit Sejarah Sunan Giri Sunan Giri merupakan salah satu tokoh dari Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Indonesia. Beliau lahir pada tahun 1442 Masehi dari sepasang suami istri, yaitu Syekh Maulana Ishaq dan Dewi Sekardadu. Saat masih anak-anak, Sunan Giri memiliki nama kecil Joko Samudro. Nama tersebut adalah pemberian dari ibu angkatnya yaitu Nyai Ageng Pinatih. Sunan Giri merupakan salah satu murid dari pamannya, yakni Sunan Ampel. Saat berguru dengan Sunan Ampel, Sunan Giri mendapat julukan Ainul Yaqin. Kemudian, saat dewasa, ayahnya mengganti namanya menjadi Raden Paku. Sunan Giri kemudian menikah dengan Dewi Murtasiah, yaitu putri dari Sunan Ampel dan bermukim di Giri. Di sini Sunan Giri membangun pesantren yang diberi nama Giri Kedaton. Pesantren Giri merupakan pesantren yang memiliki pengaruh besar di Pulau Jawa. Bahkan, pengaruh tersebut juga sampai ke daerah lainnya seperti Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pesantren ini memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Indonesia bagian Timur. Sunan Giri juga pernah diangkat menjadi pemimpin di kerajaan Giri Kedaton. Kedudukannya tersebut mendapatkan nama tetunggul khalifatul mukminin atau pemimpin segenap kaum mukmin. Fasilitas di Makam Sunan Giri Di kawasan Makam Sunan Giri sudah tersedia beberapa fasilitas umum. Fasilitas tersebut yaitu toilet, warung makan, pasar, dan lahan parkir yang cukup luas di area bawah makam. Selain itu, di sini juga terdapat musala dan tempat wudu yang nyaman. Fasilitas menarik lain yaitu museum dan bangunan bersejarah peninggalan Sunan Giri. Lokasi Makam Sunan Giri Makam Sunan Giri terletak di Dusun Giri Gajah, Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Lokasi makam ini berada 4 kilometer dari pusat kota Gresik. Dari pusat kota arahkan kendaraan menuju ke kawasan Bukit Giri. Sesampainya di sana, pengunjung bisa bertanya kepada warga sekitar mengenai lokasi tepat dari makam. Selain bertanya, bisa juga menggunakan Google Map sebagai penunjuk arah.
Sunan Giri merupakan salah satu orang yang pernah berjasa di tanah Jawa dalam syiar agama Islam. Beliau memiliki nama lain seperti Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul Yaqin, Prabu Satmata, Raden Paku, dan Joko merupakan salah satu Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di daerah Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Of Content [ Close ]1. Biografi Sunan Giri2. Asal Usul Sunan Giri3. Sejarah Lengkap Sunan Giri4. Kisah Pertemuan Sunan Giri dengan Ayahnya5. Kisah Perjuangan Dakwah Sunan Giri6. Metode Dakwah Sunan Giri7. Peran Sunan Giri dalam Dakwah8. Jasa-Jasa Sunan Giri9. Karomah Sunan Giri10. Makam Sunan Giri11. Peninggalan Sunan GiriUntuk lebih jelasnya lagi, silahkan simak ulasan lengkap dari Sudut Nusantara berikut AsliRaden PakuNama LainPrabu Satmata, Raden Ainul Yaqin, Sultan Abdul Faqih, Joko SamudroNama AyahSyekh Maulana IshaqNama IbuDewi SekardaduTahun Lahir1443 MTahun Wafat1506 MTempat SyiarDesa Giridento, Gresik, Jawa TimurTempat MakamGiri, Kebomas, Gresik, Jawa TimurSunan Giri merupakan putra dari pasangan Maulana Ishaq dan Dewi masyarakat Sunan Giri juga masih keturunan Rasulullah SAW. Pendapat tersebut diambil berdasarkan dari riwayat pesantren-pesantren yang ada di Jawa Timur dan catatan nasab Saâadah Balawi garis keturunannya tersebut, beliau sangat dikenal dalam berdakwah ajaran agama Islam di pulau Giri lahir pada tahun 1443 M dan wafat di tahun 1506 M. Selama hidupnya beliau melakukan syiar agama islam di wilayah Giri, Gresik, Jawa Timur. Setelah meninggal, beliau juga dimakamkan di daerah juga artikel mengenai penjelasan lengkap tentang Teks BiografiAsal Usul Sunan GiriSunan Giri terlahir dari seorang ibu yang bernama Dewi Sekardadu dan ayah yang bernama Maulana Ishaq. Maulana Ishaq merupakan salah satu tokoh mubaligh Islam yang berasal dari wilayah Asia awalnya ayah dari Sunan Giri yaitu Syekh Maulana Ishaq memiliki sebuah ketertarikan untuk berdakwah di daerah Jawa Timur. Kemudian disana ia bertemu Sunan Ampel yang masih memiliki hubungan darah Ampel kemudian memberikan saran kepada Syekh Maulana Ishaq untuk berdakwah di daerah Blambangan, Syekh Maulana Ishaq sampai di daerah Blambangan, ternyata masyarakat di daerah tersebut sedang terkena wabah penyakit yang tidak kunjung dan wabah tersebut ternyata juga dirasakan oleh putri raja. Kemudian sang raja yang berkuasa di daerah tersebut membuat sebuah sayembara, dimana jika seorang pria bisa menyembuhkan putrinya maka akan dinikahkan dengannya. Namun jika perempuan, maka akan diangkat sebagai anak dan keluarga sang raja memerintahkan prajuritnya untuk mencari orang yang bisa menyembuhkan penyakit tersebut. Para prajurit tersebut kemudian bertemu dengan Resi Kandayana seorang pertapa sakti, kemudian ia memberitahu kepada prajurit raja mengenai informasi keahlian yang dimiliki oleh Maulana raja kemudian bertemu dengan Syekh Maulana Ishaq, beliau mau menyembuhkan wabah penyakit sang putri yang bernama Dewi Sekardadu namun dengan syarat semua anggota keluarga harus mau memeluk ajaran agama Maulana Ishaq berhasil mengobati penyakit sang putri, akhirnya beliau dinikahkan dengan putri Dewi Sekardadu dan semua anggota keluarga harus berpindah kepercayaan ke agama sang raja menolak untuk memeluk agama Islam dan merasa iri hati dengan keberhasilan Syekh Maulana Syekh Maulana Ishaq tetap dinikahkan dengan Dewi Sekardadu, namun raja masih membencinya dan memerintahkan pasukannya untuk membunuh Maulana begitu beliau merasa tidak nyaman di Blambangan lalu memilih untuk kembali ke Pasai, kembali ke Aceh, ternyata sang istri Dewi Sekardadu sedang mengandung bayi tersebut lahir, raja Blambangan memerintahkan untuk membunuh bayi itu dan menghanyutkannya ke selat terebut kemudian terkatung-katung di samudra yang luas, akhirnya bayi tersebut ditemukan oleh kapal saudagar kaya dari Gresik yakni Nyai Ageng Ageng Pinatih kemudian memungut dan mengangkat bayi tersebut menjadi anaknya dan diberi nama Joko Lengkap Sunan GiriSunan Giri memiliki nama julukan atau nama lain yang cukup banyak. Nama tersebut bukan sembarang nama, karena julukan atau nama-nama lain dari Sunan Giri sesuai dengan kejadian yang terjadi di dalam nama tersebut yaitu Raden Paku, Jaka Samudra, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Muhammad Ainul jalur keturunan ayahnya, beliau masuh keturunan Rasulullah Muhammad SAW merupakan seorang putra dari ibunya yang berama Dewi Sekardadu yang merupakan putri dari Prabu Menak Sembuyu Raja Blambangan, dan seorang ayah bernama Maulana Ishaq bin Maulana Akbar yang merupakan seorang mubaligh ternama dari Asia beliau berumur belasan tahun, beliau diasuh oleh seorang kaya raya dari Gresik yang kemudian menjadi ibu angkatnya yaitu Nyai Ageng kemudian disekolahkan di sebuah pesantren yang didirikan oleh Sunan Ampel Raden Ahmad. Beliau belajar di pesantren tersebut selama 7 tahun dan lulus dengan gelar Ainul Giri kemudian mendirikan sebuah pesantren di daerah perbukitan Sidomukti, Gresik pada tahun 1481 M. Pesantren tersebut berhasil berkembang dengan pesat hingga menjadi sebuah kerajaan bernama Kerajaan Giri kewibawaan dan kecerdasan yang dimilikinya, beliau kemudian diangkat menjadi Ahlul Halli Wal Aqdi yang merupakan seorang penentu kebijakan pemerintah untuk menyebarkan Agama Islam di Pulau Jawa oleh Sultan Demak Bintaro pada tahun 1485 peristiwa tersebut, kemudian Raden Paku atau Sunan Giri diangkat oleh Raden Fatah yeng merupakan Sultan Demak 1 menjadi Raja Giri Kedaton pada tahun 9 Maret 1487. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai hari jadi atau hari lahirnya Kota ilmu agama, Muhammad Ainul Yaqin atau Sunan Giri sangat terkenal dengan ilmu pengetahuannya yang sangat luas, terutama dalam bidang ilmu fiqih, oleh karena itu beliau juga diberi julukan Sultan Abdul itu, beliau juga berperan dalam menghasilkan berbagai karya seni, seperti tembang ilir-ilir, cublak-cublak suweng, asmarandhana, dan tembang tersebut bernuansa dan berbahasa Jawa, namun isi atau lirik didalamnya mengandung pesan dan ajaran Waliyullah yang juga termasuk ke dalam jajaran Walisongon, beliau tidak hanya menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa saja, namun juga ke beberapa daerah di luar sebuah riwayat dimana beliau juga berdakwah sekaligus berdagang di wilayah Kalimantan Barat, tepatnya yaitu di kota Banjarmasin pada tahun 1462 M. Bahkan disana beliau tidak hanya menjual barang dagangan saja, namun bahkan membagikan dagangan tersebut secara gratis pada kaum dhuafa, orang-orang yang membutuhkan, dan fakir saat beliau pulang menuju kembali ke Kota Gresik dengan menggunakan kapal, beliau mengisi kapal tersebut dengan bebatuan dan kerikil dengan tujuan agar kapal tersebut tidak oleng atau terombang-ambing saat dengan kuasa Allah, bebatuan dan kerikil tersebut kemudian berubah menjadi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat sebuah riwayat, beliau pernah melangsungkan pernikahan 2 kali. Dimana pada saat pagi hari beliau menikahi seorang gadis bernama Dewi Murthosiyah yang merupakan seorang putri dari Sunan Ampel. Lalu pada sore harinya, Sunan Giri menikah lagi dengan seorang wanita bernama Dewi Wardah yang merupakan putri dari Ki Ageng Bungkul Sunan Bungkul.Baca juga tentang apa itu Teks Cerita SejarahKisah Pertemuan Sunan Giri dengan AyahnyaNama asli Sunan Giri adalah Raden Paku. Selain Raden Paku, beliau juga dikenal dengan beberapa lain, salah satunya yaitu Joko Samudra, nama tersebut diberikan oleh seorang saudagar bernama Nyai Ageng Pinatih yang menemukannya dan mengangkatnya menjadi seorang kemudian tumbuh besar di sebuah Pesantren milik Sunan Ampel, beliau sangatlah cerdas dan terlihat paling mencolok dari santri lain. Oleh karena itu Sunan Ampel kemudian membernya nama Maulana Ainul Yaqin. Pada saat itu, Sunan Ampel juga telah mengetahui bahwa Sunan Giri merupakan putra kandung dari Maulana kurang lebih 7 tahun beliau berlajar di pesantren Sunan Ampel, Sunan Ampel mengutusnya beserta putranya sendiri yang bernama Makhdum Ibrahim Sunan Bonang untuk menuntut ilmu ke Mekkah. Namun sebelum mereka pergi ke Mekkah mereka harus terlebih dahulu singgah di Pesai, Aceh untuk bertemu dengan Syekh Maulana tersebut Sunan Ampel lakukan untuk mempertemukan Sunan Giri dengan ayahnya. Pada akhirnya mereka bertemu dan memutuskan untuk menimba ilmu bersama ayahnya Syekh Maulana Ishaq selama 7 7 tahun menuntut ilmu di Pesai, kemudian mereka berdua kembali ke pulau Jawa. Namun sebelum mereka pergi, Syekh Maulana Ishaq mebekali Sunan Giri dengan segenggam Maulana Ishaq kemudian memberikan amanat kepada Maulana Ainul Yaqin untuk mendirikan sebuah pesantren di tempat yang warna dan bau tanahnya sama dengan tanah yang diberikannya Sunan Giri bertagakur kepada Allah selama 40 hari dan memohon untuk diberikan petunjuk, akhirnya Raden Paku atau Sunan Giri mendirikan sebuah pesantren di wilayah Sidomukti, pesantren tersebut berada di wilayah perbukitan namun banyak santri dari berbagai daerah yang menuntut ilmu di pesantren Perjuangan Dakwah Sunan GiriPuncak perjuangan dakwah Sunan Giri yaitu saat beliau berhasil mendirikan sebuah pesantren yang diamanahkan oleh tersebut dibangun di perbukitan Desa Sidomukti, Gresik, Jawa Timur. Seiring berjalannya waktu, pesantren tersebut semakin dikenal di Pulau Jawa bahkan di seluruh nusantara. Baru 3 bulan saja pesantren ini sudah memiliki banyak santri yang ingin menimba ilmu bersama Sunan banyaknya santri yang menuntut ilmu agama Islam di pesantren tersebut, membuat pesantren itu semakin terkenal. Hal tersebut yang membuat perjuangan dakwah beliau di Pulau Jawa semakin juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Pulau Jawa bahkan di luar Pulau Giri selanjutnya juga mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Giri Kedaton, dimana kerajaan ini mampu bertahan selama 200 beliau meninggal, kedudukannya kemudian digantikan oleh beberapa keturunannya. Diantaranya yaitu Sunan Dalem, Sunan Giri Prapen, Sunan Sedo Margi, Sunan Kawis Guwa, Panembahan Ageng Giri, dan Panembahan Mas Witana Sideng dilanjutkan kembali oleh Pangeran Sidonegoro bukan keturunan Sunan Giri, dan dilanjutkan lagi oleh Pangeran masa kepemimpinan Pangeran Singosari, terjadi sebuah serangan dari Sunan Amangkurat II yang ingin merebut kerajaan tersebut. Pangeran Singosari dari pasukannya berjuang keras demi mempertahankan Kerajaan yang dibuat oleh Sunan saat itu, beliau kemudian dibantu oleh Kapten Jonker dan juga VOC. Pada akhirnya Pangeran Singosari berhasil mempertahankan Kerajaan Sunan Giri setelah Pangeran Singosari meninggal pada tahun 1679 M, kemudian kerajaan Giri Kedaton tersebut ikut begitu, nama Raden Paku atau Sunan Giri masih tetap dikenang hingga saat ini, karena beliau merupakan seseorang yang sangat Dakwah Sunan GiriPusat kegiatan dakwah Sunan Giri berada di Kerajaan Giri Kedaton yang beliau dirikan, sehingga di wilayah kerajaan tersebut mayoritas penduduknya memeluk ajaran agama satu metode efektif untuk menyebarkan agama Islam di Indonesia adalah dengan mendirikan pondok pesantren. Metode tersebut juga dipergunakan oleh Sunan Giri, beliau mendirikan sebuah pesantren untuk memberikan pendidikan agama melakukan dakwahnya, beliau menciptakan beberapa lagu atau tembang untuk anak-anak. Lagu tersebut dibuatnya dengan tujuan agar anak-anak atau santri yang ada di pesantren tersebut lebih mudah untuk menyerap ilmu ajaran agama lagu yang beliau ciptakan yaitu Lir-ilir dan Dolanan Bocah, lirik lagu tersebut berisi tentang berbagai nilai-nilai atau pesan yang diambil dari ajaran Islam. Bahkan lagu tersebut juga masih banyak dinyanyikan hingga saat melalui lagu, beliau juga menciptakan berbagai permainan seperti Jelungan atau Jitungan yang hingga saat ini masih banyak dimainkan oleh masyarakat Jawa tersebut diciptakan dengan tujuan untuk mengajarkan seseorang untuk bisa selamat dalam hidup di dunia dan di akhirat. Caranya yaitu dengan berpegang teguh terhadap ajaran agama Sunan Giri dalam DakwahDalam perjuangan dakwahnya, Sunan Giri memiliki berbagai peran penting dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara. Berikut ini beberapa peran besar beliau dalam berdakwah di Pulau Peran di Blambangan, Jawa TimurSetelah Raden Paku atau Sunan Giri melaksanakan ibadah haji di Mekah, beliau kemudian diberi amanat oleh Sunan Ampel untuk melakukan dakwah di daerah Blambangan, Jawa Jawa Timur merupakan tempat kelahiran ibu kandungnya dan daerah yang dipimpin oleh kakeknya yaitu Prabu Minak Sembuyu yang dulu pernah membuang Sunan Giri ke begitu, saat Sunan Giri datang ke daerah tersebut, Prabu Minak Sembuyu sangat senang. Bahkan ia juga mengizinkan Sunan Giri untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di daerah agama Islam di daerah tersebut berkembang dengan pesat, dan pada akhirnya agama Hindu dan Buddha mulai tersisih dari daerah tersebut dan bergeser ke Pulau Bali yang sampai saat ini masih Peran di Kota Gresik, Jawa TimurPada suatu ketika Sunan Ampel juga pernah menugaskan Sunan Giri untuk mendatangi ibu angkatnya yaitu Nyai Ageng Pinatih di Kota Gresik. Namun maksud dari Sunan Ampel bukanlah itu saja, dimana Sunan Giri juga ditugaskan untuk membantu kegiatan berdagang ibunya tersebut sembari Giri tentu selalu melakukan dakwah ajaran Islam pada saat sedang membantu ibunya berdagang. Pernah pada suatu ketika keajaiban terjadi, dimana karung yang tadinya berisi pasir dan batu berubah menjadi berisi emas, damar, rotan, dan berbagai benda yang dibutuhkan saat itu, Sunan Giri juga berhasil mengubah ibu angkatnya yang semula tidak pernah bersedekah menjadi orang yang sangat suka berzakat dan tersebut kemudian menjadikan Kota Gresik mengalami perkembangan yang sangat pesat terkait agama Membuat Sebuah PesantrenSetelah menikah, beliau tetap melaksanakan kegiatan dakwah dan tetap membantu ibunya untuk berdagang yang membuat beliau semakin dikenal secara begitu banyak orang-orang berdatangan untuk belajar ilmu agama Islam dengan bisa fokus untuk berdakwah dan mengajarkan agama Islam dengan sempurna, beliau kemudian meminta izin kepada ibunya untuk berhenti dari dunia setelah mendapatkan izin dari ibu angkatnya, Sunan Giri kemudian pergi ke sebuah goa yang ada di Desa Kembangan, Kota Gresik untuk melakukan tafakur selama 40 hari 40 malam. Selepas itu beliau kemudian teringan dengan segenggam tanah yang pernah diberikan ayahnya untuk mendirikan sebuah pesantren di tanah tersebut yang kemudian mendasari pendirian pesantren yang dibantu oleh masyarakat sekitar dan ibu Peresmian Masjid DemakSaat peresmian Masjid Demak yang diresmikan oleh Sunan Kalijaga mempersembahkan sebuah pertunjukan wayang, ternyata Sunan Giri ikut berperan dalam peristiwa besar awalnya pertunjukan wayang yang ingin dipersembahkan merupakan wayang rupa seperti wajah manusia atau yang disebut juga dengan wayang hal tersebut ditentang oleh Sunan Giri karena kurang sesuai dengan ajaran Islam. Pada akhirnya Sunan Kalijaga berpikir dan mengganti hal tersebut dengan menggunakan bentuk wayang karikatur, yang saat ini dikenal dengan wayang Masjid Demak dibuka untuk umum secara gratis. Namun sebagai gantinya, persyaratan untuk bisa melihat pertunjukan tersebut adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk agama tersebut membuat banyak orang yang masuk ke agama Sunan GiriJasa terbesar dari Sunan Giri yaitu dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Nusantara khususnya di tanah itu beliau juga pernah menjadi hakim dalam perkara Syekh Siti Jenar yang merupakan seorang wali yang dianggap murtad karena meremehkan syariat Islam yang telah disebarkan oleh para wali dan juga menyebarkan faham adanya kejadian tersebut, Sunan Giri kemudian mengambil tindakan untuk menghambat tersebarnya aliran yang bertentangan dengan faham Ahlusunnah Wal Jamaâ dan pendirian Sunan Giri dalam menyiarkan syariat Islam membawa dampak positif bagi generasi Islam selanjutnya. Beliau terus berpegang dengan syariat Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad tanpa mencampurinya dengan adat di bidang dakwah agama secara langsung, Sunan Giri juga sangat berjasa dalam bidang kesenian dengan membuat lagu Pucung dan setiap tembang yang beliau ciptakan mengandung unsur-unsur dan ajaran agama Islam didalamnya. Sehingga anak-anak bisa dengan mudah mempelajari ajaran itu, beliau juga menciptakan berbagai permainan anak yang juga mengandung nilai-nilai Islam di setiap liriknya, yaitu Jithungan, Jamuran, Delikan, dan Cublak-Cublak Sunan GiriSebagai seorang wali, Sunan Giri memiliki berbagai karomah ayng sangat luar biasa. Berikut ini beberapa karomah Sunan Mengubah Batu dan Kerikil Menjadi Barang BerhargaPernah suatu saat, Sunan Giri membantu ibunya untuk berdagang hingga ke Kalimantan beserta beberapa orang di Kalimantan, Sunan Giri menjual barang dagangan tersebut tidak secara kontan, melainkan boleh dicicil oleh pembelinya tanpa bunga sedikitpun. Bahkan sebagian dari barang dagangan tersebut juga dibagikan kepada orang yang membutuhkan, fakir miskin, dan hal yang dilakukan oleh Sunan Giri, Abu Hurairah yang merupakan orang kepercayaan dari ibu angkat Sunan Giri yaitu Nyai Ageng Pinatih memprotesnya. Menurutnya jika hal tersebut terus dilakukan maka saat pulang tidak akan membawa keuntungan bahkan dengan tangan tersebut benar adanya, setelah 10 hari di Kalimantan akhirnya rombongan tersebut pulang ke Jawa. Dimana orang-orang yang mencicil barang dagangan tersebut belum sempat membayarnya hingga demikian maka kapal yang dipimpin oleh Abu Hurairah itu pulang ke tanah Jawa tanpa membawa keuntungan sedikitpun. Mereka juga tidak bisa membawa barang lain dari Kalimantan karena tidak ada modal untuk Hurairah juga menuturkan jika kapal berlayar tanpa muatan barang maka bisa membahayakan proses pelayaran. Karena tanpa adanya muatan akan membuat kapal tersebut terombang-ambing oleh angin dan ombak di laut alasan tersebut kemudian Sunan Giri memerintahkan anggota kapal untuk mengisi karung-karung dengan bebatuan dan pasir agar kapal memiliki di tanah Jawa tepatnya di Kota Gresik, Abu Hurairah langsung menyampaikan kejadian yang terjadi di Kalimantan kepada Nyai Ageng Pinatih. Dengan begitu otomatis SUnan Giri mendapatkan marah besar dari ibu angkatnya Sunan Giri tetap tenang dan meminta ibu angkatnya dan Abu Hurairah untuk memeriksa kapal yang digunakan untuk berlayar ke Kalimantan terkejutnya Abu Hurairah dan Nyai Ageng Pinatih setelah mengecek dan melihat apa yang terdapat pada kapal kapal yang sebelumnya berupa batu dan pasir kemudian berubah menjadi barang dagangan dari Kalimantan, seperti rotan dan kejadian tersebut, Nyai Ageng Pinatih semakin sadar bahwa anak angkatnya tersebut bukan orang sembarangan dan memiliki karomah yang luar biasa dari Allah. Ia kemudian semakin tertarik untuk belajar ilmu agama Adu Kesaktian dengan Begawan Minto SemeruKisah para wali yang ditantang adu kesaktian hampir terjadi di semua Walisongo. Salah satunya yaitu Sunan kudus yang ditantang oleh Ki Ageng Kedu dan Sunan Bonang yang ditantang oleh Brahmana dari Giri juga mengalami hal yang sama, dimana beliau ditantang adu kesaktian oleh tokoh Hindu yang cukup terkenal pada masa itu yakni Begawan Mintu Mintu Semeru memiliki sebuah padepokan di lereng gunung Lawu, Jogorogo, Ngawi, Jawa Timur. Ia memiliki kesaktian yang cukup tinggi, dengan adanya Sunan Giru yang berdakwah ajaran agama Islam membuat Begawan Mintu Semeru naik pitam dan menantang Sunan Giri untuk beradu kemudian datang ke Gresik untuk mencari dan menantang Sunan Giri. Pada akhirnya Sunan Giri menerima tantangan dari Begawan Mintu adu kesaktian tersebut terjadi 4 pertarungan, diantaranya yaituAdu kesaktian jubah dan ikat kepalaMenumpuk ribuan butir telurTempayang melayang di udaraMerubah angsa menjadi singaDari semua itu, Sunan Giri berhasil memenangkannya dan Begawan Minto Semeru mengakui kekalahannya akhirnya Begawan Minto Semeru menjadi santri di pesantren Sunan Giri. Setelah beberapa bulan belajar di pesantren tersebut, Begawan Minto Semeru memutuskan untuk kembali ke padepokannya itu dan mengajak murid-muridnya untuk memeluk agama Sunan GiriSunan Giri meninggal pada usia 63 tahun, beliau meninggal di malam Jumat tanggal 24 Rabiul Awal 913 Hijriah 1506 Masehi / 1428 Saka. Sehingga pada hari Jumat terakhir di bulan Rabiul Awal di setiap tahunnya diperingati oleh umat muslim di Kota Gresik dan sekitarnya dengan melakukan Haul Sunan Giri dimakamkan di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Untuk menuju ke makam Sunan Giri tidaklah sulit, karena letaknya berada di perbatasan Kota Gresik dan menuju ke makam tersebut hanya berjarak sekitar 2 km ke arah selatan dari pusat Kota Gresik. Komplek makam tersebut tepatnya berada di Puncak Bukit makam Sunan Giri juga hanya berjarak sekitar 10 menit perjalanan dari makam Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim.Sebelum memasuki makam Sunan Giri, akan diawali dengan sebuah pintu gapura dengan bentuknya yang menyerupai candi Bentar. Dimana terdapat 2 patung kepala naga sebagai simbol tanggal wafat pelataran makam Sunan Giri juga terdapat cukup banyak makam. Makam-makam tersebut diantaranya merupakan makam Bupati, tokoh, atau pemimpin wilayah Gresik zaman Sunan GiriSepeninggal beliau, Sunan Giri meninggalkan beberapa peninggalan yang masih terjaga hingga kini. Berikut ini beberapa peninggalan dari Sunan MasjidPeninggalan Sunan Giri yang pertama yaitu sebuah masjid. Masjid tersebut lokasinya berada di sebelah makam beliau. Masjid asli peninggalan beliau yaitu bangunan yang berada di bagian tersebut memiliki gaya arsitektur yang cukup unik, karena mengkombinasikan antara gaya arsitektur Islam, Jawa, dan Giri KedatonSalah satu peninggalan Sunan Giri yang paling terkenal yaitu Giri Kedaton. Giri sendiri memiliki arti bukit, dan kedaton berarti Kedaton tersebut dahulu digunakan sebagai pusat pemerintahan kerajaan Giri yang dipimpin oleh Sunan Giri, Giri Kedaton tersebut juga merupakan sebuah pondok sejarah, kerajaan Giri tersebut mampu bertahan sekitar 200 tahun dan telah melewati beberapa Giri Kedaton sangatlah strategis, dimana Giri Kedaton terletak di tempat paling tinggi di Gresik yaitu di Desa MuseumSemua peninggalan beliau juga tersimpan rapi di sebuah Museum Sunan Giri. Museum tersebut terletak di area terminal bus Maulana Malik Ibrahim yang juga tidak jauh dari alun-alun dalam museum tersebut bisa ditemukan berbagai benda peninggalan dari Sunan Telogo PegatPeninggalan Sunan Giri yang terakhir yaitu Telogo Pegat. Telaga ini memiliki bentuk yang sangat besar seperti Pegat ini terdapat di kawasan Giri, Kebomas, Gresik. Menurut warga setempat, telaga ini tidak pernah surut meskipun sedang terjadi kemarau artikel lengkap mengenai Sunan Giri, semoga bisa menambah wawasan dan keimanan kalian dalam beragama.
ganaislamika Ilustrasi Sejarah Islam di Indonesia - Sejarah Islam di Indonesia mencatat bahwa Islam diperkirakan telah masuk ke nusantara sejak abad ke-7, setelah Indonesia berhubungan dagang dengan negeri India, Cina, dan Arab. Selain melalui perdagangan, Islam cepat menyebar di Indonesia dengan cara pernikahan, politik, dakwah, pendidikan, hingga kesenian. Perkembangan pengaruh Islam di nusantara pun tampak dari peninggalan-peninggalannya yang sangat beragam. Peninggalan sejarah Islam di Indonesia dapat berupa seni bangunan, seni rupa, seni sastra, maupun seni pertunjukan. Berikut beberapa contoh peninggalan-peninggalan sejarah Islam di Indonesia. Seni Rupa Kaligrafi Kaligrafi merupakan seni melukis indah. Seni lukis di Indonesia sebenarnya sudah mengalami perkembangan sebelum Islam masuk ke nusantara. Seni kaligrafi yang berkembang saat penyebaran Islam di nusantara biasanya berupa tulisan indah dalam bahasa Arab yang diukir pada sebuah batu atau kayu. Seni tersebut banyak dituangkan pada hiasan masjid dan makam. Beberapa seni kaligrafi peninggalan sejarah Islam di Indonesia adalah Kaligrafi Maulana Malik Ibrahim, Kaligrafi Makam Sunan Giri, Kaligrafi Makam Sunan Gunung Jati, Kaligrafi Makam Ratu Nahrsiyah Samudra Pasai, dan Kaligrafi Makam Fatimah Binti Maimun di Gresik. Seni Sastra PROMOTED CONTENT Video Pilihan
The Sunan Giri Mosque, one of the most remarkable mosques foun-ded by Sunan Giri, displays a most interesting combination of traditional Javanese and Hindu architecture. This paper uses research methods and descriptive analysis by describing the components of the mosque as analysis and interpretation. The Sunan Giri mosque displays the Joglo formsâ typical of Javanese buildings, but surrounded by four pillars, and roofed in with overlapping Meruâ just like in Hindu buildings, as is the Kalamkara archway and the pulpit of the mosque-shaped padmasana throne equipped with solar ornaments with Majapahit flourishes, the pineapple, arch-shaped mosque paduraksa reminiscent of the shape of the building on a grand kori kedathon in a Hindu Kingdom temple complex. Keywords Sunan Giri Mosque, Acculturation Culture, Architecture Masjid Sunan Giri salah satu masjid walisanga yang didirikan oleh Sunan Giri yang arsitektur bangunannya vernacular berakulturasi dengan tradisional Jawa dan budaya yang bercorak Hindu. Artikel menggunakan metode penelitian analisis deskriptif dengan mendeskripsikan komponen-komponen bangunan masjid kemudian dilakukan analisis dan penafsiran. Akulturasi budaya yang tampak terlihat pada Masjid Sunan Giri ialah arsitektur bangunan Joglo tipikal bangunan Jawa yang disanggah dengan empat soko guru;Mustaka pada atap masjid bertumpang mirip meru pada bangunan Hindu, mihrab masjid yang berbentuk lengkungan kalamakara seperti candi, mimbar masjid berbentuk padmasana singgasana dilengkapi dengan ornamen surya Majapahit, florish dan nanas, gapura masjid berÂŹbentuk paduraksa mengingatkan pada bentuk bangunan kori agung pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu. Kata Kunci Masjid Sunan Giri, Akulturasi Budaya, Arsitektur Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 299 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri Novita Siswayanti Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pipiet1515 Abstract The Sunan Giri Mosque, one of the most remarkable mosques foun-ded by Sunan Giri, displays a most interesting combination of traditional Javanese and Hindu architecture. This paper uses research methods and descriptive analysis by describing the components of the mosque as analysis and interpretation. The Sunan Giri mosque displays the Joglo formsâ typical of Javanese buildings, but surrounded by four pillars, and roofed in with overlapping Meruâ just like in Hindu buildings, as is the Kalamkara archway and the pulpit of the mosque-shaped padmasana throne equipped with solar ornaments with Majapahit flourishes, the pineapple, arch-shaped mosque paduraksa reminiscent of the shape of the building on a grand kori kedathon in a Hindu Kingdom temple complex. Keywords Sunan Giri Mosque, Acculturation Culture, Architecture Abstrak Masjid Sunan Giri salah satu masjid walisanga yang didirikan oleh Sunan Giri yang arsitektur bangunannya vernacular berakulturasi dengan tradisional Jawa dan budaya yang bercorak Hindu. Artikel menggunakan metode penelitian analisis deskriptif dengan mendeskripsikan komponen-komponen bangunan masjid kemudian dilakukan analisis dan penafsiran. Akulturasi budaya yang tampak terlihat pada Masjid Sunan Giri ialah arsitektur bangunan Joglo tipikal bangunan Jawa yang disanggah dengan Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 300 empat soko guru;Mustaka pada atap masjid bertumpang mirip meru pada bangunan Hindu, mihrab masjid yang berbentuk lengkungan kalamakara seperti candi, mimbar masjid berbentuk padmasana singgasana dilengkapi dengan ornamen surya Majapahit, florish dan nanas, gapura masjid berbentuk paduraksa mengingatkan pada bentuk bangunan kori agung pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu. Kata Kunci Masjid Sunan Giri, Akulturasi Budaya, Arsitektur Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan Islam yang pesat dan menyebar di berbagai wilayah terutama di Pulau Jawa, masjid sebagai bangunan yang penting dalam syiar Islam. Masjid dijadi-kan sebagai sarana penanaman budaya Islam sehingga terjadilah akulturasi pertemuan dua unsur dasar kebudayaan yakni kebuda-yaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpateri oleh ajaran Islam dan kebudayaan lama yang telah dimiliki oleh masyarakat dua budaya yang saling mempengaruhi satu sama lain yang membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur aslinya, Arsitektur merupakan kha-zanah peradaban dan kekayaan sejarah yang memiliki karak-teristik fisik yang unik. Dalam perkembangannya, bentuk dan gaya bangunan di seluruh dunia memiliki citra dan ciri khas tersendiri, demikian halnya masjid kuno bersejarah di Indonesia berdesain regional yang memperlihatkan dominannya pengaruh geografis dan bersifat vernacular berakulturasi dengan budaya lokal atau bentuk-bentuk daerah masjid di Jawa tidak terlepas dari keberadaan kebudayaan dan tradisi yang sudah ada sebelum Islam masuk di wilayah tersebut. Tidak mengherankan, bila masa-masa awal masuk nya Islam di tanah Jawa,bentuk masjid memakai gaya arsitektur tradisional yang cenderung bernuansa Hinduisme. Masjid-masjid kuno di Indonesia khususnya Jawa menunjukkan keistimewaan dalam denah yang berbentuk bujursangkar dengan Darori Amin, 2000, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta Gama Media, h. 187-189 Yulianto Sumalyo, 2006, Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, Yogyakarta Gajamada Universuty Press h. 478 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 301 pondasi yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga atau lebih, dikelilingi kolam air pada bagian depan dan samping-nya dan berserambi. Bagian-bagian lain seperti mihrab dengan lengkung pola kalamakara, mimbar yang mengingatkan ukir-ukiran pola-pola seni bangunan tradisional yang dikenal di Indonesia sebelum kedatangan halnya arsitektur masjid pada zaman wali lebih cen-derung mengakulturasikan dan mengkombinasikan arsitektur tradisional yang bercorak Jawa dan Hindu yang masih sesuai atau tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bangunan utamanya meng gunakan bentuk bangunan tradisional yaitu perpaduan dari denah bangunan joglo dengan atap dari bangunan meru yakni bangunan suci umat Hindu di bangunan ini disebut orang Jawa bentuk tajug atau masjidan yakni bentuk bangunan limas yang berpuncak dan beratap tingkat ganjil, yakni tiga atau Sunan Giri salah satu masjid walisanga yang didirikan oleh Sunan Giri yang memiliki kharismatik dalam memimpin kekuasaannya di Giri diangkat sebagai penasehat Raden Patah Demak sekaligus sebagai ketua para walisanga. Sunan Giri dikenal ahli dakwah yang humanis dan toleran, ia tidak mengubah atau merusak prasasti atau bangunan pening-galan agama Hindu ataupun Jawa. Ia membiarkan dan memakai bagian-bagian atau kebiasaan-kebiasaan yang merupakan budaya Hindu dan Jawa yang bisa ditoleransi dan tidak merusak akidah. Sunan Giri mendirikan bangunan masjid yang arsitektur bangu-nannya mencirikan akulturasi budaya yang bercorak Hindu dan tradisional Jawa yang Sunan Giri di Gresik Jawa Timur arsitektur bangunan nya merepresentasikan berakulturasiny Islam dengan budaya Hindu dan Jawa. Masjid Sunan Giri berarsitektur Joglo dengan empat soko guru yang menyanggah bangunan masjid merepre-Marwati Djoened Poesponegoro Nugraha Notosussanto,1993, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta Balai Pustaka Indonesia h. 192-193 Zein M Wiryoprawiro, 1986, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, Surabaya Bina Ilmu, h. 115 Dukut Imam Widodo Dkk, 2004,Grissee Tempo Doeloe, Gresik Peme-rintah Kabupaten Gresik, h. 30 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 302 sentasikan bangunan khas vulnacular daerah Jawa. Mustaka pada atap masjid bertumpang tiga mirip meru pada bangunan Hindu, mihrab masjid yang berbentuk lengkungan kalamakara seperti candi,mimbar masjid berbentuk padmasana singgasana dileng-kapi dengan ornamen surya Majapahit,florish dan nanas,gapura masjid berbentuk paduraksa mengingatkan pada bentuk bangun-an kori agung pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu. Antara serambi dan halaman masjid terdapat kolam, pada serambi masjid terdapat bedug dan kentongan, bagi masyarakat Jawa bedug sebagai sesuatu yang bangunan masjid sudah mengalami renovasi dan penambahan pada bangunan, namun arsitektur bangunannya te-tap dilihat dari segi usia sejak awal didirikan tahun 1544 Masehi dan dipindahkan bangunannya dari Giri Kedaton ke Giri Gajah dekat makam Sunan giri tahun 1857 Masehi, menurut UU RI nomor 11 tahun 2010 pasal 1 bangunan Masjid Sunan Sunan Giri terkategori benda cagar itu merupakan khazanah kekayaan budaya bangsa yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau perkembangan selanjutnya, sejak awal berdiri hingga sekarang, arsitektur Masjid Sunan Giri merepresentasikan ada-nya akulturasi budaya masa pra Islam Hinduisme dengan tradi-sional Jawa. Penelitian terhadap Masjid Sunan Giri menarik untuk dikaji; bukan hanya menggali nilai-nilai budaya dan peninggalan sejarah Islam di Indonesia, tetapi juga wujud akulturasi budaya yang mencirikan budaya vernacular Jawa. Sebab,masjid ini selain sebagai saksi sejarah yang paling nyata, masjid ini sebagai salah satu bukti peninggalan arkeologi masa Islam dan simbol keberadaan Islam. Keunikan dan keistimewaan arsitektur bangunan Masjid Sunan Giri yang vernacular dan merepresentasikan akulturasi budaya tradisional Jawa dan masa pra Islam Hinduisme menarik Uka Tjandrasasmita, Islamic Antiquities of Sendang Duwur, 1984 Jakarta Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, h. 31-34 Undang-undang tahun 2010 tentang cagar budaya Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 303 untuk mengkaji lebih detail bagaimana deskripsi arsitektur Masjid Sunan Giri dan bagaimana wujud akulturasi budaya arsitektur Masjid Sunan Giri. Ada tiga tujuan dari kajian ini pertama, untuk meng-ungkapkan dan mendeskripsikan arsitektur Masjid Sunan Giri; kedua, untuk mengetahui wujud akulturasi budaya pada arsitek-tur Masjid Sunan Giri; ketiga, dapat menambah khazanah keagamaan Nusantara, menggali nilai-nilai kearifan lokal dan mengkonservasi dan melestari kan tempat-tempat ibadah keagamaan bersejarah di Indonesia. Penelitian Rumah Ibadah Besejarah Masjid Sunan Giri Gresik menggunakan metode penelitian analisis deskriptif dengan mendeskripsikan komponen-komponen bangunan masjid kemudian dilakukan analisis dan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah historis dan arkeologis. Pendekatan historis dilakukan untuk mendeskripsikan latar belakang sejarah keberadaan Masjid Sunan Giri. Sedangkan pen-dekatan arkeologis untuk mendeskripsikan struktur fisik bangunan Masjid Sunan Giri dan makna yang terkandung di dalamnya, dengan tujuan untuk mengungkap kehidupan manusia masa lalu melalui kajian atas tinggalan-tinggalan kebendaanya. Berdasarkan kedua pendekatan tersebut, metode pengum-pulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interview, observasi, dan kajian pustaka meliputi kajian artefak, etnografi, historis. Sedangkan sumber data primer diperoleh langsung dari responden atau informan, pemuka adat dan sejarawan, imam dan pengurus masjid, dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Semen-tara data sekunder diperoleh dari Perpustakaan, Badan Pelestarian Budaya, Badan Pusat Statistik dan Pusat Informasi Lainnya. Kajian Pustaka Kajian dan penelitian tentang Masjid Sunan Giri secara khusus belum pernah dikaji secara detail, namun Universitas Kristen Petra tahun 2003 telah mengadakan studi perbandingan terhadap interior masjid awal masuknya Islam di Jawa Timur meliputi Masjid Sunan Ampel di Surabaya, Masjid Sunan Giri Gresik dan Masjid Sendang Duwur di Lamongan. Studi perbandingan ini mendeskripsikan interior ketiga masjid yang diteliti secara deskriptif kemudian menuliskan persamaan dan perbedaan yang tampak pada interior bangunan tersebut. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 304 Referensi yang digunakan untuk mengungkapkan akulturasi budaya arsitektur Masjid Sunan Giri adalah Sejarah Perjuangan dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri 2014 berisikan tentang biografi Sunan Giri, peranan dan kedudukan beliau di kalangan para walisongo dalam penyebaran dan pengembangan Agama Islam di tanah nusantara; Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim 2006 yang berisikan tipologi arsitektur masjid di mulai dari awal perkembangan di wilayah Arab dan sekitarnya abad ke-VII hingga zaman modern akhir abad XX di seluruh dunia. Aspek arsitektur yang dikaji melingkupi tata letak,tata ruang,bentuk, pola, struktur, bahan, konstruksi dan dekorasi; Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur 1986 yang berisikan tentang deskripsi perkembangan tipologi masjid-masjid di Jawa Timur yang secara stratifikasi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu masjid di zaman wali, masjid di zaman penjajahan dan masjid di zaman kemerdekaan. Masjid Kuno Indonesia 1999 berisikan informasi secara deskripsi singkat tentang masjid-masjid kuno di Indonesia yang termasuk peninggalan sejarah dan purbakala. Asal Usul Bangunan Masjid Sunan Giri Masjid Sunan Giri adalah masjid kuno peninggalan Sunan Giri. Masjid ini dinamai Masjid Besar Ainul Yaqin Sunan Giri karena berada di dekat makam Sunan Giri. Masjid ini adalah pindahan dari masjid yang dibangun oleh Sunan Giri di Giri Kedaton. Nama masjid ini dinisbatkan kepada nama pendiri masjid Sunan Giri sekaligus untuk menapak tilas jejak per-juangan dan penyebaran Islam di Jawa Timur tepatnya Gresik. Secara administratif Masjid Sunan Giri ini berada di wilayah Gresik, 20 km dari kota Surabaya dan terletak di Dusun Giri Gajah Desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik Pro-pinsi Jawa Timur. Letak Masjid Sunan Giri sebelah utara berba-tasan dengan pabrik PT Semen Gresik, sebelah selatan dengan jalan raya, sebelah timur dengan pemukiman penduduk, dan sebelah barat berbatasan dengan pemakaman. Wawancara dengan Amir Syarifudin tanggal 2 April 2016 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 305 Pendiri Masjid Sunan Giri ialah Sunan Giri sebagaimana disebutkan dalam tahun Condrosengkolo yang berbunyi Lawang Gapuro Gunaning Ratuâ 1399 Saka Bangunan ini berdiri di atas sebuah Bukit Kedaton Sidomukti jarak 500 meter arah tenggara dari Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri yaitu tempat kediam-an dan pondok pesantren Giri Kedaton pimpinan Sunan Giri. Mula-mula tempat ibadah tersebut belum dinamakan masjid dalam arti ditempati berjamaah shalat Jumat tetapi merupakan langgar atau surau atau mushola. Baru pada tahun 1407 Saka 1484 Masehi atau menurut Condrosengkolo yang berbunyi Pendito Nepi Akerti Ayu-Ayuâ secara resmi oleh Sunan Giri dijadikan Masjid Jamiâ.Sunan Giri wafat pada tahun yang disebut dalam Condro-sengkolo berbunyi Sariro Sirno Tataning Ratuâ 1428 Tahun Saka/ 1505 M dan dimakamkan di atas Bukit Giri sebelah barat laut Bukit Kedaton. Berpuluh-puluh tahun sesudah Sunan Giri wafat, keadaan Masjid Sunan Giri kurang mendapat perhatian dari masyarakat, pandangan masyarakat beralih pada makam Sunan Giri yang di atas Bukit Giri. Keadaan inilah yang mendorong Nyi Ageng Kabunan salah seorang janda dan cucu Sunan Giri untuk memindahkan Masjid Sunan Giri dari Bukit Kedaton ke Bukit Giri berdekatan dengan Makam Sunan Giri. Pemindahan ini dilakukan oleh Nyi Ageng Kabunan pada tahun 1544 Masehi atau 684 Hijriah pada masa Sunan Prapen. Masjid Sunan Giri sudah berdiri dengan megahnya di atas Bukit Giri seluas 150 meter persegi yang sekarang ini disebut Masjid Wedok Masjid Perempuan semakin penuh dengan penduduk yang shalat berjamaah dan tidak mampu lagi menam-pung masyarakat muslimin setempat. Maka melihat keadaan itu, terpanggillah hati seorang tokoh yang masih keturunan dari Syeh Khoja pendamping Sunan Giri yang bernama Haji Yakub Rekso Astomo untuk bangkit dan mempelopori perluasan bangu-nan Masjid Sunan Giri. Perluasan bukanlah merombak masjid IGN. Anom, 1999, Masjid Kuno Indonesia, Jakarta Direktorat Per-lindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Pusat, Wawancara dengan Mukhtar Djamil, 3 April 2016 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 306 yang lama dan masjid yang lama tidak mengalami perubahan namun memperbaiki pada bagian-bagian yang telah catatan sejarah pembantu utama Haji Yakub Rekso Astomo dalam pembangunan ini adalah seorang muhandis atau arsitek kenamaan yang bernama Baskambang alias Syiman dari Kota Gresik. Akhirnya pada tahun 1857 Masehi usaha perluasan masjid Sunan Giri selesai dibangun. Masjid Sunan Giri terdiri dari dua bangunan yaitu bangunan lama atau asli di Sebelah Selatan yang berkapasitas lebih kurang 200 jamaah dan ba-ngunan Haji Yakub Resto Astomo atau tambahan di Sebelah Utara dengan kapasitas lebih kurang 1000 jamaah. Pada tahun 1950 masehi di daerah Giri dan sekitarnya terjadi gempa bumi yang hebat hingga berakibat banyak rumah penduduk Giri dan dinding serta pintu gapura Masjid Sunan Giri mengalami perbaikan ini H. Zainal Abidin juru kunci Makam Sunan Giri mangajak rakyat dari tiga desa yaitu Desa Giri, Desa Klangonan, dan Desa Sidomukti sekarang Kelurahan Sidomukti untuk berswadaya memperbaiki bangunan masjid. Pembangunan tahap kelima berbentuk perluasan dan pemindahan pendopo masjid dari halaman muka masjid ke sebelah utara halaman pendopo. Pembuatan pendopo ini dimak-sudkan untuk tempat penampungan para tamu dari luar kota yang memerlukan tempat istirahat, terutama pada saat peringatan haulnya Sunan Giri yaitu setiap Hari Jumat ketiga pada Bulan Maulid Rabiul Letak Bangunan Masjid Sunan Giri Letak Masjid Sunan Giri yang berada di atas perbukitan dan berdampingan dengan pemakaman menggambarkan unsur budaya masa Hindu. Hal ini mengingatkan bangunan candi yang berada di perbukitan sebagai tempat peribadatan yang sakral yang berhubungan dengan raja sebagai dewa. Wali dianggap masya-rakat muslim keramat dan memiliki karamah raja-raja pada masa Wawancara dengan Mohamad Maâarif, 1 April 2016 Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Malang dan Panitia Penelitian dan Pemugaran Sunan Giri, 2014, Sejarah Perjuangan Dan Dakwah Islamiah Sunan Giri cetakan III, Malang Pustaka Luhur, h. 165-169 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 307 Hindu yang mengingatkan pula pada masa perkembangan Islam pandito raja-pandito ratu. Mereka berziarah ke makam para wali napak tilas meneladani perjuangan para wali sekaligus beribadah di samping itu lokasi masjid yang berada di sekitar perkam-pungan penduduk, sebelah kanan tangga sepanjang jalan menuju masjid terdapat pasar para pedagang berjualan beraneka macam barang dagangan yang lazimnya di sebelah selatan masjid. Bangunan masjid yang dikelilingi oleh pagar dan terdapat gapura paduraksa bentuk meru untuk memasuki wilayah masjid meng-isyaratkan morfologi kota-kota di Indonesia pada masa pertum-buhan dan perkembangan Islam. Konstruksi bangunan Joglo pada Masjid Sunan Giri yang terdiri dari zona-zona ruang yang tertata dalam satu komplek bangunan menampilkan keharmonisan dan keterpaduan arsitek-tur yang indah dan unik. Zona-zona bangunan kecil yang melengkapi infrastruktur dan tersedianya sarana prasarana yang terstruktur dalam bentuk dan fungsi yang berbeda-beda menam-pak kan nilai-nilai estetika dan kekhasan beragam budaya yang terlihat. Adapun tata bangunan Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri dapat dibagi dalam tiga zona, yaitu zona ritual, zona transisi, dan zona sosial. Zona ritual yang digunakan sebagai tempat peribadatan terdiri dari liwan bangunan utama masjid dan masjid wedok pawestren tempat ibadah bagi perempuan. Zona transisi sebagai perbatasan antara tempat ibadah dengan tempat umum terdiri dari pintu gapura dan serambi. Gapura yang berada di sebelah selatan dan utara masjid sebagai pintu masuk ke dalam halaman masjid. Serambi masjid yang berada di sebelah timur dan utara masjid bentuknya terbuka tanpa dinding sebagai tempat per-singgahan atau peistirahatan bagi para jamaah atau pengunjung masjid. Tim Penyusun Buku Gresik Dalam Perspektif Sejarah, 2003 Gresik Dalam Perspektif Sejarah,Gresik Kepala Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gresik, Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Kota Muslim di Indonesia Dari Abad XIII Sampai XVIII Masehi, Jakarta, 2000, Menara Kudus, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 308 Zona sosial terdiri atas ruang pendopo, tempat wudhu, ruang seketariat, tpa/tpq dan kamar mandi. Pendopo masjid terletak di Sebelah Timur ruang utama masjid berfungsi sebagai tempat untuk majelis taklim, haulan Sunan Giri atau memperingati hari-hari besar Islam. Ruang kantor guru-guru TPA/TPQ, Ruang sekretariat berada di sebelah timur ruang utama masjis berfungsi sebagai ruang tempat berkumpulnya dewan kemakmuran masjid dan penyimpanan administrasi kemasjidan. Sebelah utara ruang utama masjid terdapat sarana berwudu dan kamar mandi tempat bagi jamaah untuk membersihkan badan atau bersuci. Halaman depan serambi masjid biasa digunakan anak-anak tpa/tpq belajar. Deskripsi Arsitektur Masjid Arsitektur adalah hasil proses perancangan dan pembangu-nan para designer dalam memenuhi kebutuhan fisik sekaligus metafisik, memenuhi unsur raga maupun kejiwaan konstruksi bangunannya mengandung makna sebagai penanda khazanah budaya masyarakat Sebagaimana halnya Masjid Sunan Giri arsitektur ruangannya melingkupi interior dan eksterior bangunan vernacular mengekspresikan seni rasa pikiran budaya lokal. Konstruksi bangunan Masjid Sunan Giri berakulturasi antara masa pra Islam dengan tipologi Masjid Kuno Jawa. Konstruksi bangunan Joglo disanggah dengan empat soko guru beratap tumpang tiga dan bermustaka bentuk nanas khas Hindu, mimbar masjid berbentuk florish dan terdapat surya majapahit, serambi mengelilingi seluruh ruang ibadah dan di dalamnya terdapat bedug pada masa pra Islam sebagai seni tabuhan untuk ritual keagamaan. Pagarnya bergapura bentuk tugu bentar mengingat-kan pada bentuk bangunan kori pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu. Adapun arsitektur Masjid Besar Ainul Yakin Sunan Giri ialah Achmad fanani, Arsitektur Masjid, 2009, Yogyakarta Bentang, Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 309 Atap Masjid Gambar 1. Atap Masjid Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Masjid Sunan Giri beratap tumpang berbentuk tajuk atau limasan laksana piramida berundak-undak tiga tingkatan. Atap masjid makin ke atas makin mengecil dan meruncing menjulang ke angkasa menyerupai bagian puncaknya terdapat mustaka memolo berfungsi sebagai penutup celah yang ada pada ujung atap agar air hujan tidak masuk kedalam masjid, sekaligus menguatkan ujung atap. Mustaka berbahan perunggu bewarna kuning keemasan berbentuk nanas yang kelopaknya sedang mekar sebagai ciri khas masjid tradisional masjid berbahan genteng warna merah bata dibuat curam dan terjal agar air hujan cepat meluncur ke bawah. Di antara atap terdapat lubang angin gunanya sebagai ventilasi pertukaran udara. Plafon atap masjid terdapat jendela kaca untuk pencahayaan sirkulasi yang letaknya diselang-seling dengan ornamen kaligrafi bertulis-kan kalimat Allah. Ruang Utama Masjid Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 310 Gambar Utama Masjid. Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Konstruksi Bangunan Masjid Sunan Giri berbentuk joglo, pada ruang utama masjid atau liwan disanggah oleh 16 tiang-tiang dari kayu jati yang kokoh 4 soko guru dan 12 soko rawa yang dihubung kan dengan sabuk penyambung antartiang dan sunduk penghubung langsung ke dinding. Pada tiap sabuk antar tiang terdapat ornamen ukiran khas tradisional Jawa. Tapaknya berbentuk lingga menur bulatan bewarna kuning keemasan dengan ornamen wajikan segitiga melingkari tiang. Pada liwan ruang utama masjid terdapat tiga buah pintu utama berbentuk kori agung yang penuh dengan ornamen dan dua pintu penghubung ke ruang pawestren dan ruang pertemuan. Dinding masjid dilapisi dengan keramik bewarna hijau dan dituliskan huruf Shad sebagai penanda batas shaf untuk shalat. Pada dinding masjid terdapat jendela berbentuk kisi-kisi berjerejak vertikal yang sekaligus berfungsi sebagai teralis dan ventilasi masjid bewarna hijau toska ini pada bagian dalamnya menggantung papan sebagai tempat meletakkan Al-Qurâan Lantai masjid seluruhnya dilapisi dengan karpet. Mihrab Masjid Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 311 Gambar 3. Mihrab Masjid. Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Di beberapa masjid di Jawa terdapat dua rongga yang berdekatan, yang satu untuk mihrab dalam bahasa Jawa disebut pangimaman, bahasa Sunda paimaman, artinya tempat imam, sedangkan rongga yang lain berisi mimbar dalam bahasa Jawa pangimbaran, bahasa Sunda paimbaran artinya tempat mimbar. Mihrab Masjid Sunan Giri berbentuk setengah lingkaran menjorok ke depan menghadap ke arah Barat Laut sekaligus sebagai penanda arah kiblat. Mihrab atau gedongan tempat sakral disucikan tempat utama dihormati yang digunakan untuk peng imaman sebagai keharusan tempat shalat bagi imam yang tidak boleh sejajar dengan jamaah shalat. Mihrab masjid berbentuk kubah bergaya moorish, pada atapnya terdapat mustaka berbentuk padma bewarna kuning keemasan. Pada kiri kanannya diapit dengan plaster berbahan marmer putih tulang pada seluruh permukaannya. Mimbar Masjid Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 312 Gambar 4. Mimbar Masjid. Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Mimbar Masjid Sunan Giri diletakkan pada sebuah ruangan yang berdampingan dengan ruangan mihrab masjid. Ruangan itu berbentuk moor beratap kubah dengan mustaka padma bewarna kuning keemasan yang diapit oleh plaster pada kiri kanannya. Mimbar masjid sebagai tempat duduk atau kursi atau tahta yang menjadi bagian dari bangunan masjid sejak masa Rasulullah. Mimbar masjid biasa digunakan Rasulullah untuk mengajar atau pun menyiarkan masjid Sunan Giri dibangun pada masa Sunan Prapen ini berbentuk kursi tahta kerajaan menghadap ke arah jamaah masjid agar khatib terlihat oleh para jamaah yang hadir. Mimbar masjid bewarna hijau toska yang penuh dengan ornamen bewara kuning keemasan berukiran tembus pada kayu-kayu penyanggah kursi. Mimbar masjid Sunan Giri berbentuk padmasama serupa dengan mimbar masjid Demak pada ornamennya terdapat surya matahari yang menghubungkan dua ekor naga yang terletak di atap mimbar. Pintu Masjid Aboebakar, 1955,Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah Dalamnja, Bandjarmasin Adil dan Co Jakarta,h. 299 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 313 Gambar 5. Pintu Masjid. Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Pintu masuk ke dalam ruang utama Masjid Sunan Giri berjumlah tiga buah. Pintu berukuran tinggi 204 cm dan lebar 157 cm ini berbentuk gapura paduraksa dengan atap berbentuk meru bertingkat enam. Pintu bewarna dasar hijau toska ini penuh dengan ornamen kaligrafi dan ukiran sulur-sulur bunga teratai berangkai. Ornamen-ornamen tersebut diukir tembus dan timbul pada dinding pintu yang berbahan kayu jati dengan variasi warna hijau toska dan kuning keemasan. Pada kusen kiri kanan pintu terdapat ornamen kaligrafi bergaya kufi bertuliskan huruf Arab. Pada bagian dasar masing-masing pintu bertuliskan angka-angka tahun beraksara Jawa, Arab dan Latin yang menunjukkan makna tahapan pembangunan dan perenovasian masjid. Pawestren Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 314 Gambar 6. Pawestren. Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Pawestren Sunan Giri terletak di sebelah selatan ruang utama masjid. Ruangan ini disebut juga Masjid Wedok, ruangan khusus kaum perempuan untuk melakukan kegiatan peribadatan maupun pengajian. Pawestren berbentuk bangunan masjid ber-atap tumpang, berplafon tulisan kaligrafi dan disanggah dengan empat tiang soko guru bewarna hijau toska. Pawestren ini merupakan bangunan masjid yang pertama dibangun oleh Nyai Ageng Kabonan pada masa Sunan Prapen. Masjid yang dipindahkan dari Bukit Kedaton ke Bukit Giri dekat Makam Sunan. Sunan Prapen 1548-1605 seorang negarawan pemimpin rohani yang berhasil mewujudkan Giri Gresik sebagai pusat peradaban pesisiran Islam dan ekspansi ekonomi dan politik di Indonesia Timur sepanjang pantai Jawa Timur hingga pulau Bali dan Lombok. Sunan Prapen juga yang pertama kali menyelenggara kan Haulan Sunan Masjid Gambar 7. Serambi Masjid Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Tim Penyusun Buku Gresik Dalam Perspektif Sejarah, Op. Cit, Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 315 Serambi Masjid Sunan Giri menghadap ke arah Timur sehingga matahari pagi menerangi lingkungan serambi, Serambi masjid berukuran panjang 15 meter dan lebar 6 meter memiliki dua model tiang. Pada tiang pertama bangunan serambi pertama disanggah oleh empat buah soko emper yang terbuat dari kayu bewarna hijau toska. Pada atap serambi terdapat cagak sabuk horisontal dengan ornamen terpahat pada pada tiang kedua serambi masjid berbentuk kolom-kolom dibatasi dengan enam tiang moorish berbentuk kubah bewarna putih. Serambi masjid bagian luar bergaya arsitektur gotik pertemuan dua pilar atau tiang bergaya lengkung tapal kuda seperti bangunan Islam di Mezquito Spanyol. Bentuk kolom pada arsitektur bertujuan mencipta kan suasana yang ramah agar setiap orang yang memasuki masjid dapat duduk sama rendah tanpa perbedaan derajat Serambi masjid terbuka tanpa dinding beralaskan keramik, sehingga siapa pun yang duduk di serambi dapat menikmati hembusan angin segar Bukit Giri dan suasana masjid. Serambi masjid dilengkapi dengan bencet tanda waktu shalat dan juga ucapan selamat datang. Dari serambi masjid sebelah selatan dan timur terdapat pintu untuk masuk ke ruang pawestren dan pendopo masjid. Dari halaman masjid menuju ke serambi ter-dapat kolam yang airnya jernih sebagai pembatas suci sekaligus memperindah lingkungan masjid sehingga tampak asri dan indah seperti halnya masjid-masjid tradisional di Jawa. Pada serambi masjid juga terdapat bencet merupakan alat penunjuk waktu yang menggunakan Sinar Matahari, sedangkan dalam bahasa Sunda Bencet disebut Istiwaâ dan dalam bahasa Arab Bencet disebut Miswala. Bencet terbuat dari batu marmer, pada bagian batu marmer terdapat garis-garis melingkar dan pada ujung garis-garis melingkar terdapat tanda tiang berbentuk balok yang terbuat dari dengan Mohamad Maâarif, 6 April 2016 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 316 Gambar 8. Bedug Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Bedug merupakan alat musik tabuh seperti gendang yang memiliki fungsi sebagai alat komunikasi tradisional,baik dalam kegiatan ritual keagamaan,informasi,sosial maupun politik. Bedug Masjid Sunan Giri digunakan sebagai penanda waktu shalat yang dipukulkan mengiringi kumandang azan. Bedug Masjid Sunan Giri ada dua buah yang diletakkan di serambi masjid sebelah utara. Bedug terbuat dari batang kayu jati dan kayu kelapa yang pada bagian tengahnya dilubangi sehingga berbentuk tabung besar. Kemudian ditutup dengan kulit sapi yang berfungsi sebagai membran atau selaput gendang bila ditabuh bedug menimbulkan suara berat bernada rendah tapi dapat terdengar sampai jarak cukup jauh. Wawancara dengan Sukan, 3 April 2016 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 317 Gambar 9. Pendapa Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Pendopo Masjid Sunan Giri berada di sebelah utara masjid. Bangunan yang bentuknya ruangan terbuka dan tidak diberi dinding penutup ini dibangun pada tahun 1957. Secara filosofis pendopo melambangkan terbuka tanpa pembatas ruangan melam-bangkan keterbukaan, kerukunan, kebersamaan prinsip keterbu-kaan dan keramah tamahan. Pendopo masjid dipergunakan pada setiap acara-acara besar Islam seperti Maulid Nabi, Isra Miraj maupun Haul Sunan Giri. Gapura Gambar 10. Gapuro Dokumen Novita Siswayanti, 2016 Gapuro pada bangunan Masjid Besar Ainul Yaqin Sunan Giri terletak di sebelah timur dan selatan pekarangan masjid. Gapuro Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 318 berbentuk Gapuro Paduraksa Gapuro beratap sebagai pintu gerbang untuk memasuki pekarangan masjid. Gapura berbentuk trapesium bertingkat susun tujuh makin ke atas makin kecil, pada masing-masing sudut gapuro dihiasi dengan simbar-simbar hiasan daun dan pada kemuncaknya terdapat hiasan mustaka atau memelo yang berbentuk bunga padma atau bunga teratai merah kuncup yang arti nya melambangkan keabadian, kekekalan dan kelanggengan. Masjid Sunan Giri sebagai wujud Akulturasi Budaya Sunan Giri salah seorang walisanga yang memiliki kharis-matik dalam memimpin kekuasaannya di Giri Kedaton. Pesantren-nya tidak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, tetapi juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Upaya politiknya sangat disegani oleh Majapahit bahkan ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri ber-tindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Pada tahun 1487 Masehi ia dinobatkan oleh jaringan Walisanga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata. Dalam membangun potensi agama Sunan Giri menerapkan pola dakwah bil-hikmah. Sunan Giri dikenal ahli dakwah yang humanis dan toleran, ia tidak mengubah atau merusak prasasti atau bangunan peninggalan agama Hindu ataupun Jawa. Ia membiarkan dan memakai bagian-bagian atau kebiasaan-kebiasaan yang merupakan budaya Hindu dan Jawa yang bisa ditoleransi dan tidak merusak akidah. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur bangunan Masjid Sunan Giri yang bercorak Hindu maupun tradisional Jawa seperti atap Masjid Sunan Giri berbentuk limasan atau tumpang susun tiga, suatu bentuk atap yang menjadi tradisi masjid di Jawa; serambi masjid ada relief kalamakara bermotifkan sulur dedaunan lambang Hindu pem- Mustakim,2005,Gresik Sejarah Bandar Dagang dan Jejak Awal Islam Tinjuan Historis Abad XIII Sampai XVII Masehi, Jakarta Timur Cv Mitraunggul Laksana cet 1, h. 50 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 319 batas atau penghancur kezaliman ataupun bentuk gapura nya mirip meru bangunan budaya dan terjalinnya hubungan politik yang baik antara Giri Kedaton dengan Kerajaan Majapahit juga tampak pada ornamen yang terdapat di mimbar Suryo Majapahit pada mimbar Masjid Sunan Giri berbentuk bulat bewarna hijau toska seperti matahari sebagai simbol Kerajaan Majapahit perlambang pemujaan dewa matahari pada masa Hindu yang juga merupakan ornamen sakral di Jawa abad IX-XVI Masehi. Surya Majapahit berhiaskan motif lung-lungan bewarna kuning keemasan yang dipahat langsung pada balok kayu mimbar Masjid Sunan Giri sebagai perlambang pelita dan penerang bagi kejayaan Islam dan umat Masjid Sunan Giri mencirikan masjid kesultanan kedaton masa kebesaran Islam di tanah Jawa. Bangunan masjid yang mencirikan kekhasan gaya arsitektur masjid tradisional di Jawa berbentuk bangunan rumah joglo berdenah segiempat bujur sangkar di atas konstruksi tanah bebatur, pondasinya pejal dan tinggi, disanggah dengan empat tiang utama yang terbuat dari kayu jati atau soko guru yang besar dengan serambi di depan dan di samping nya, beratap tajug bersusun tiga. Pada bagian depan dan samping terdapat parit berair atau kubah. Rumah joglo mengisyaratkan kepercayaan kejawen masyarakat Jawa yang berdasarkan sinkretisme adanya keharmonisan hubungan antara manusia dengan sesama dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya mikro dan makro Sunan Giri berkonstruksi bangunan joglo seperti halnya Masjid Agung Demak yang berada pada pondasi yang masif dan bebatur tanah diratakan lebih tinggi dari tanah Dukut imam widodo, h. 30 Iswahyudi,Perkembangan Makna Simbolik Motif Hias Medalion pada Bangunan Sakral di Jawa Abad IX-XVI,Jurusan Pendidikan Seni Rupa PBS UNY, Tim Penyusun Buku Gresik Dalam Perspektif Sejarah, 2003 Gresik Dalam Perspektif Sejarah, GresikKepala Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gresik, Rumah Joglo Rumah Adat Jawa Tengah dan Jawa Timur, www. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 320 sebelumnya. Bangunan masjid disanggah oleh empat soko guru sakaning guru tiang penyangga simbol adanya pengaruh ke-kuatan yang berasal dari empat penjuru mata angin pajupat manusia berada di tengah perpotongan arah mata guru juga melambangkan kesatuan atau kegotongroyongan unsur masyarakat Indonesia. Sunan Kalijaga menyusun soko guru dari tatal yaitu pecahan-pecahan kayu kecil yang disatukan sehingga kuat dan menjadi salah satu tiang Masjid Sunan Giri beratap tumpang berbentuk tajuk atau limasan laksana piramida berundak-undak tiga tingkat. Bentuk atap tumpang pada Masjid Sunan Giri dan masjid-masjid di Jawa mengambil bentuk meru gunung dari zaman Hindu-Jawa. Atap tumpang mengingatkan bangunan Meru tempat suci di Pura, tempat bersemayam para dewa. Atap masjid makin ke atas makin mengecil dan meruncing menjulang ke angkasa menyerupai stilasi gunung. Menurut filosofis orang Jawa gunung adalah tempat yang tinggi dan disakralkan sebagai simbol sesuatu bernilai magis. Pada bagian puncaknya terdapat mustaka memolo berbahan perunggu bewarna kuning keemasan berbentuk nanas yang kelopaknya sedang mekar sebagai ciri khas masjid tradisional Jawa. Pada beberapa masjid di Jawa terdapat dua rongga yang berdekatan berbentuk ceruk maju ke garis utama bangunan masjid dan menghadap ke arah barat laut. Rongga tersebut yang satu untuk mihrab dalam bahasa Jawa disebut pangimaman, bahasa Sunda paimaman, artinya tempat imam, sedangkan rongga yang lain berisi mimbar dalam bahasa Jawa disebut pangimbaran, bahasa Sunda paimbaran, artinya tempat mim-bar. Masjid Sunan Giri seperti halnya Masjid Cikoneng Banten mempunyai dua rongga yaitu mihrab berfungsi sebagai arah kiblat dan imam memimpin shalat. Sedangkan rongga yang lainnya berfungsi sebagai tempat mimibar bagi khatib menyam-paikan khutbah. Mimbar Masjid Sunan Giri berbentuk padma- Achmad Fanani, Arsitektur Masjid, 2009, Yogyakarta Bentang, Sagimun, 1988, Peninggalan Sejarah Masa Perkembangan Agama-Agama di Indonesia, Jakarta CV. Haji Masagung, h. 74 Aboebakar, Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 321 sana kursi tahta kerajaan serupa dengan mimbar masjid Demak pada ornamennya terdapat surya matahari lambang Majapahit. Mimbar seperti singgasana atau umpak sebagai legitimasi kekua-saan bahwa tradisi Majapahit diteruskan ke Kesultanan Islam simbol Islam. Di Jawa masjid-masjid kuno mempunyai bagian yang dinama kan pawestren atau pa-istri-an yaitu ruangan sebelah selatan yang terpisah oleh dinding tulisan untuk perempuan. berpendapat bahwa hal itu khusus ditemukan di Jawa yang membuktikan bahwa zaman dahulu di Jawa kaum wanita turut serta mengambil bagian dalam melakukan sembahyang di masjid bersama sama dengan kaum bagian selatan bangunan utama Masjid Sunan Giri terdapat pawestren yang bentuknya sebuah bangunan utuh seperti sebuah masjid. Awal-nya pawestren ini adalah bangunan masjid yang pertama yang dipindahkan dari Bukit Kedaton ke Bukit Giri pada masa Sunan Prapen. Pawestren ini disebut masjid wedok atau masjid perem-puan. Namun sekarang beralih fungsi sebagai ruangan khusus perempuan untuk melaksanakan aktifitas peribadatan maupun pengajian. Umumnya masjid-masjid di Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki serambi atau disebut juga pendapa sebuah ruangan terbuka dan tidak diberi dinding penutup seperti bangunan tradisional Jawa. Istilah pendopo berasal dari kata mandapa dalam bahasa Sansekerta mengacu pada suatu bagian dari kuil Hindu di India yang berbentuk persegi dan dibangun langsung di atas tanah. Di Indonesia khususnya Masjid Sunan Giri, arsitektur mandapa atau pendopo tersebut dimodifikasi menjadi sebuah ruang besar dan terbuka yang sering digunakan untuk zikir bersama, memperingati Hari Besar Islam maupun Haul Sunan Giri. Secara filosofis serambi atau pendopo melambangkan prinsip keterbukaan dan keramah tamahan Sedangkan serambi atau beranda Masjid Sunan Giri digunakan oleh para penziarah makam atau pengunjung untuk beristirahat dan menunggu waktu shalat. Uka tjandrasasmita, h. 168 Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 322 Pada bangunan masjid di Jawa abad XVII untuk memasuki serambi masjid di depannya terdapat kolam yang mengelilingi-nya untuk keperluan bersuci dan berwudu. Terutama bagi masjid yang jauh dari kali atau sungai. Beberapa masjid dikelilingi oleh selokan air mengingatkan kita pada telaga telaga suci yang biasanya terdapat pada Candi Hindu misalnya Candi Jawi. Pada masjid-masjid kuno air sebagai refleksi surgawi dan kehidupan selalu menjadi bagian yang berperan penting dan majemuk untuk wudu, menyejukan dan mem perindah lingkungan. Terlebih lagi adanya air akan menguap karena panas, dapat menyerap panas di sekitarnya. Pada Masjid Sunan Giri antara serambi dan halaman masjid terdapat kolam air guna mencuci kaki menjaga kebersihan masjid bagi mereka yang hendak masuk ke dalamnya. Kebera-daan kolam yang airnya jernih dan bening juga menambah keas-rian dan keindahan masjid. Pada serambi masjid tradisional di Jawa terdapat bedug lengkap dengan kentongannya. Seperti halnya di Masjid Sendang Duwur terdapat bedug di serambi masjid yang dibunyikan sebagai penanda waktu masuk shalat atau adanya pemberitaan. Sedangkan pada Masjid Sunan Giri terdapat dua bedug yang terbuat dari kayu jati dan kelapa dengan membran kulit sapi sebagai pertanda masuknya waktu sholat yang wajib sebelum dikumandangkan adzan. Bedug pada masa Walisongo dianggap sebagai sarana yang sangat efektif untuk komunikasi. Pada masa peresmian Masjid Agung Demak, Sunan Giri menabuh bedug berulang-ulang untuk mengundang orang-orang hadir pada acara sekatenan. Dengan memukul bedug Sunan Kudus mengumum-kan kapan persisnya hari pertama adalah alat tabuh yang dibunyikan dengan kentongan sebagai penanda atau isyarat telah dimulainya sesuatu. Bedug sebagai salah satu wujud akulturasi budaya yang sudah difungsikan oleh Masyarakat Jawa maupun umat Hindu-Budha. Bagi masya-rakat Jawa bedhug adalah sesuatu yang dikeramatkan. Dalam seni Karawitan Jawa bedug merupakan salah satu alat bunyi-bunyian dalam seperangkat gamelan. Bagi umat Hindu- Budha bedug Aboebakar, Umar Hasyim, 1979, Sunan Giri, Kudus Menara Kudus, h. 37 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 323 digunakan sebagai seni tabuhan dan seni tambur pada ritual tradisi Jawa bedug sebagai alat komunikasi atau alat penghubung tradisional. Bedug digunakan untuk me-nyampaikan berita penting tanda bahaya atau mengajak masya-rakat untuk segera berkumpul pada suatu tempat yang sudah masjid bentuk Jawa yang asli, Gerbang adalah suatu yang penting untuk memisahkan antara kawasan suciâ dan kawasan kotorâ. Gerbang dibangun bermacam bentuk dan gaya. Ada gerbang tembok bata pagar keliling untuk mencegah ber-bagai gangguan keamanan seperti gerbang Masjid Demak atau Masjid Sunan Gresik. Ada gerbang yang tidak berbumbung biasanya disebut Gerbang Bentar sedangkan gerbang yang berbumbung biasanya disebut Gapura Bahasa Jawa atau dalam Bahasa Sanskrit disebut Gopura. Gapura juga ada keterikatan simbolisasi dengan Majapahit sebagaimanana halnya di trowulan ada Gapura Paduraksa yang disebut Waringin Lawang Candi Masjid Sunan Giri menyerupai gapura candi padu-raksa bercorak bangunan Hindu. Gapura bertingkat tujuh makin ke atas makin kecil dan pada puncaknya terdapat hiasan mustaka berbentuk bangunan kori agung pada kedaton di komplek Kerajaaan Hindu. Gapura masjid sebagai gerbang masuk ke dalam pekarangan komplek Masjid Sunan Giri. Pintu gerbang diberi nama gapuro dari kata ghoffur yaitu salah satu asma Allah yang berarti yang Maha Pengampun. Sebelum masuk ke masjid di pintu gapura ini kaum muslim beristighfar memohon ampun atas kesalahannya kemudian bersuci mengambil air wudhu untuk memasuki masjid. Bangunan-bangunan pada Masjid Sunan Giri menarik dan indah dipenuhi dengan ornamen ragam hias yang unik dan bagus terpahat pada dinding-dinding kayu, plafon, mimbar, kusen, atau tiang. Ornamen tersebut berbentuk floral arabesque maupun Koenjaraningrat, 1997, Kebudayaan Jawa, Jakarta Balai Pustaka, h. 389 Uka Tjandrasasmita, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 324 kaligrafi. Kaligrafi berfungsi sebagai ornamen bermotif geomet-rik vagetarian atau arabesque dan pseudo makhluk hidup baik yang anthropomorphic dan faunalmorphic. Arabesque seni ukir Islam pola tumbuh-tumbuhan dan geometris dipahat secara berulang ulang tidak terbatas, tidak berukuran dan tidak ketidak-terhinggaan. Corak floral menampilkan corak tumbuh tumbuhan, sulur-sulur batang, dedaunan, bebungaan ataupun buah-buahan sebagai representasi taman floral dipahat dan diukir dalam relief pahatan timbul-tenggelam, menjulur-melengkung secara abstrak pada pintu, kusen, tiang atau mimbar Masjid Sunan Giri. Bangunan tersebut distilasi dalam berbagai ornamen yang indah seperti wajikan, banyu tetes, praba atau pageran dengan warna kuning keemasan mencirikan ragam hias tradisional khas Jawa. Tulisan kaligrafi huruf Arab bertuliskan kalimat Allah bergaya kufi tidak bertitik, dan tidak bersyakal serta dibiarkan asli tanpa hiasan. Pada bagian ujungnya yang tegak dibentuk ikal menyerupai kail terpahat di kusen pintu masjid atau plafon masjid menciptakan suasana sakral dan agung mengingatkan Kebesaran Allah. Kaligrafi Arab sebagai penanda simbol dekoratif keindahan dan spirit religius pada Masjid Sunan Giri juga sarat dengan ornamen dan ragam hias yang bermotif Jawa maupun Hindu. Hiasan-hiasan yang melambangkan gambaran betapa kuatnya unsur-unsur seni tradisional masa Pra Islam masa Indonesia Hindu yang bercampur dengan Islam yang datang ke Majapahit. Pada gapura masjid terdapat ornamen motif tlacapan atau tumpal yang biasa ditemukan pada pagar-pagar bangunan Jawa. Hiasan daun daunan dalam segi tiga tumpal yang melambangkan gunungan atau meru. Ornamen dekoratif yang berkembang pada arsitektur Islam sejalan dengan doktrin keagamaan yang mela-Hasan Muarif Ambary, 1982, Beberapa Ciri Kreatifitasnya Dimani-festasikan Melalui Seni Hias dan Seni Bangun Masa Indonesia Islam Abad XIV âXIX, Majalah Kreatifitas, Jakarta Dian Rakyat, h. 192 Fanani, h. 112-114 Ismail R. Al Faruqi dan Lois Lamya Al Faruqi, 2004, Atlas Budaya Islam; Menelajah Khazanah Peradaban Gemilang, judul Asli The Cultural Atlas of Islam, Bandung Mizan, h. 171 Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 325 rang duplikasi benda berjiwa yang mampu berjalan. Untuk itu pada tiang sunduk di serambi masjid terdapat relief kalamakara bermotifkan sulur dedaunan bermakna penolak bala sebagai unsur keyakinan agama Hindu yang berarti juga menolak unsur jahat dari luar. Kesimpulan Masjid Sunan Giri yang terletak di Bukit Giri Gresik adalah bangunan masjid bersejarah yang arsitekturnya vernacular berakulturasi dengan budaya lokal tradisional Jawa dan Hindu. Masjid Sunan Giri salah satu masjid wali yang didirikan oleh Sunan Giri penghulu para wali yang dikenal humanis dan toleran dalam berdakwah. Ia membiarkan dan memakai bagian-bagian atau kebiasaan-kebiasaan yang merupakan budaya Hindu dan Jawa yang bisa ditoleransi dan tidak merusak akidah. Sunan Giri mendirikan bangunan masjid yang arsitektur bangunannya mencirikan akulturasi budaya yang bercorak Hindu dan tradisional Jawa yang khas. Denah masjid berbentuk bujursangkar dengan pondasi yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang tiga, dike-lilingi kolam air pada bagian depan, berserambi dan bergapura menyerupai candi paduraksa . Wujud akulturasi budaya pada Masjid Sunan Giri tampak pada arsitektur bangunannya bentuk Joglo khas bangunan Jawa yang disanggah dengan empat sokoguru, mustaka beratap tum-pang mirip meru pada bangunan Hindu,mihrab masjid berbentuk lengkungan kalamakara seperti candi, mimbar masjid berbentuk padmasana singgasana dilengkapi dengan ornamen surya maja-pahit, florish dan nanas,gapura masjid berbentuk paduraksa mengingatkan pada bentuk bangunan kori agung pada kedathon di komplek Kerajaan Hindu. Ucapan Terima Kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan informasi dan data terkait Masjid Sunan Giri, yaitu Mohammad Maâarif, Oemar Zainudin, Mukhtar Djamil, Sukan, Mustakim, Amir Syarifudin dan mereka yang tidak disebutkan namanya dalam artikel ini. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 14, No. 2, 2016 299-326 326 Daftar Pustaka Aboebakar,1955,Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah Dalamnja, Bandjarmasin Adil Co Jakarta Ambary, Hasan Muarif, 1982, Beberapa Ciri Kreatifitasnya Dimanisfestasikan Melalui Seni Hias dan Seni Bangun Masa Indonesia Islam Abad XIV âXIX, Majalah Kreatifitas, Jakarta Dian Rakyat Amin, Darori, 2000, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta Gama Media Anom, IGN. 1999, Masjid Kuno Indonesia, Jakarta Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Pusat Djoened Poesponegoro Nugraha Notosussanto, Marwati, 1993, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta Balai Pustaka Indonesia Dukut Imam Widodo Dkk, 2004,Grissee Tempo Doeloe, Gresik Pemerintah Kabupaten Gresik Fanani, Achmad, 2009, Arsitektur Masjid, Yogyakarta Bentang Hasyim, Umar 1979, Sunan Giri, Kudus Menara Kudus Iswahyudi, Perkembangan Makna Simbolik Motif Hias Medalion pada Bangunan Sakral di Jawa Abad IX-XVI, Jurusan Pendidikan Seni Rupa PBS UNY Ismail R. Al Faruqi dan Lois Lamya Al Faruqi, 2004, Atlas Budaya Islam; Menelajah Khazanah Peradaban Gemilang, judul Asli The Cultural Atlas of Islam, Bandung Mizan Koenjaraningrat, 1997, Kebudayaan Jawa, Jakarta Balai Pustaka Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Malang dan Panitia Penelitian Dan Pemugaran Sunan Giri, 2014, Sejarah Perjuangan Dan Dakwah Islamiah Sunan Giri cetakan III, Malang Pustaka Luhur Mustakim, 2005, Gresik Sejarah Bandar Dagang dan Jejak Awal Islam Tinjuan Historis Abad XIII Sampai XVII Masehi, Jakarta Timur Cv Mitraunggul Laksana cet 1 Sagimun, 1988, Peninggalan Sejarah Masa Perkembangan Agama-Agama di Indonesia, Jakarta CV. Haji Masagung Sumalyo,Yulianto,2006,Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, Yogyakarta Gajamada Universuty Press Akulturasi Budaya pada Arsitektur Masjid Sunan Giri â Novita Siswayanti 327 Tjandrasasmita, Uka, 1984, Islamic Antiquities of Sendang Duwur, Jakarta Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Tjandrasasmita,Uka, 2000, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Kota Muslim Di Indonesia Dari Abad XIII Sampai XVIII Masehi, Jakarta, Menara Kudus. Tim Penyusun Buku Gresik Dalam Perspektif Sejarah, 2003 Gresik Dalam Perspektif Sejarah,GresikKepala Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gresik Zein, M Wiryoprawiro, 1986, Perkembangan Arsitektur Masjid di Jawa Timur, Surabaya Bina Ilmu Undang-undang tahun 2010 tentang cagar budaya Rumah Joglo Rumah Adat Jawa Tengah dan Jawa Timur, Wawancara dengan Mohamad Maâarif, 1 April 2016 Wawancara dengan Amir Syarifudin tanggal 2 April 2016 Wawancara dengan Mukhtar Djamil, 3 April 2016 ... Arsitektur masjid Jawa yang terbentuk menjadi sebuah produk akulturasi budaya antara Jawa, Hindu dan Islam. Siswayanti, 2016. ...... Masing-masing memiliki nilai dan fungsi yang berbeda. Zona halaman dapat dikategorikan sebagai ruang profan yang memiliki fungsi yang lebih umum, sedangkan zona bangunan masjid dan makam memiliki nilai yang lebih sakral dan fungsi lebih spesifik dan privat Siswayanti, 2016. Seting Masjid Pathok Negoro banyak memiliki nilai budaya Hindu dan Jawa yang yang berakulturasi dengan nilai-nilai Islam. ...Muhammad Nur Hakimuddin At-toyibi Dyah Titisari WidyastutiSebagai bagian dari sistem pemerintahan Yogyakarta, Masjid Pathok Negoro memiliki nilai-nilai budaya yang sangat tinggi. Alur sejarah yang terjadi di Pulau Jawa membentuk budaya yang beraneka ragam yang kemudian saling berakulturasi membentuk sebuah budaya baru. Masjid Jawa merupakan produk akulturasi budaya yang terbentuk dalam berjalannya sejarah perkembangan budaya di Pulau Jawa. Hal ini mempengaruhi terbentuknya karakter arsitektur masjid Jawa yang sarat akan unsur budaya tidak terkecuali arsitekur dari Masjid Pathok Negoro di Yogyakarta. Adanya unsur budaya dalam karakter arsitektur Masjid Pathok Negoro memperkuat nilai dari keempat masjid sebagai bagian dari Kesultanan Yogyakarta. Karakter arsitektur Masjid Pathok Negoro dapat diidentifikasi melalui tiga aspek yaitu physical system, spatial system dan stylistic system pada arsitekturnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter arsitektur dari Masjid Pathok Negoro dan menemukan relevansinya dengan karakter masjid Jawa dan akulturasi budaya. Metode dalam penelitian ini bersifat kualitiatif dengan penalaran induktif yang menggunakan studi tipologi sebagai sarana identifikasi karakter arsitektur. Hasil dari penelitian ini menemukan aspek-aspek apa saja yang menunjukkan bahwa karakter arsitektur Masjid Pathok Negoro Relevan dengan karakter masjid Jawa yang kaya akan nilai akulturasi budaya baik dari Hindu, Jawa dan Islam.... Research on cultural acculturation in Mosques in Java Architectural Acculturation occurred at the Jami Piti Mosque Admiral Muhammad Cheng Ho Purbalingga Afriani, 1970. Then acculturation appeared in Menara Kudus Mosque Supatmo & Gustami, 2005, Mosque in Central Java Pantura Supriyadi Pipiek, 2008, Mosque in Cirebon Hakim, 2011, Ancient Mosque in Central Java Waluyo, 2015, Sunan Giri Mosques in Gresik, East Java Siswayanti, 2016, Sendang Duwur Mosques in Lamongan Siswayanti, 2018, and the Great Mosque in Central Java Maulani, 2017. ...... The focus of Architectural Acculturation research on mosques shows the cultural elements involved in mixing. It was mixing elements of Muslim, Chinese, Arabic, Javanese culture Afriani, 1970, Hindu and Islam Supatmo & Gustami, 2005, Java and Islam Hakim, 2011;Supriyadi Pipiek, 2008, Cina, Hindu-Budha and Aceh Pinem, 2013, Java, Cina and Islam Waluyo, 2015, Java, Hindu and Islam Siswayanti, 2016Siswayanti, , 2018; Java, Middle East and Roman Maulani, 2017, Europe, Middle East and India Nursukma Suri et al., 2019, and Europe, Java, China, Arabia and Makassar Mahusfah et al., 2020. From these articles, it is clear that the mosque design tends to be the result of a mixture of cultures from Islamic elements and various local elements. ...Pradianti Lexa Savitri Yohanes Djarot PurbadiB. SumardiyantoTulisan ini bertujuan mengungkap keberadaan unsur Islam dan Jawa pada tata ruang dan bentuk rancangan Sumur Gumuling di Tamansari, Yogyakarta. Sumur Gumuling di Tamansari Yogyakarta selama ini dikenal sebagai fasilitas masjid bagi Sultan Yogyakarta, berada dalam Tamansari yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dan benteng pertahanan. Desain Sumur Gumuling berbentuk unik, terdapat sumur di tengah dan dikelilingi bangunan berbentuk lingkaran. Pertanyaannya, bagaimana keberadaan unsur Islam dan Jawa pada desain Sumur Gumuling. Penelitian berbasis kualitatif dan interpretatif didukung dengan metode observasi lapangan dan studi pustaka serta wawancara kepada nara sumber lokal. Hasilnya, ditemukan keberadaan unsur spiritual dan arsitektur Islam bercampur dengan unsur spiritual Kejawen pada desain Sumur Gumuling di Tamansari, Yogyakarta. percampuran unsur spiritual Islam dan Kejawen pada desain Sumur Gumuling menunjukkan adanya konsep Akulturasi Arsitektur yang mendasari desainnya. Abstract This paper aims to reveal the existence of Islamic and Javanese elements in the spatial structure and form of the Sumur Gumuling Design in Tamansari, Yogyakarta. The Sumur Gumuling in Tamansari Yogyakarta, all this time, is known as a mosque facility for the Sultan of Yogyakarta, located within Tamansari, which functions as a recreation area and fortress. The unique design of Sumur Gumuling is that there is a well in the middle and surrounded by circular buildings. The question is how the existence of Islamic and Javanese elements in the design of the Sumur Gumuling. Qualitative and interpretive-based research is supported by methods of field observation and literature study as well as interviews with local resource persons. The result found the existence of spiritual elements and Islamic architecture mixed with the spiritual elements of Kejawen in the Sumur Gumuling Design in Tamansari, Yogyakarta. The mixing of spiritual elements of Islam and Kejawen in the Sumur Gumuling design shows the concept of Architectural Acculturation that underlies the design.... The mosques in Indonesia generally have cone and meru roofs Ashadi, Antariksa, and Salura 2015. The shape of the joglo and meru roofs is a symbol of sacred mountain stilation Siswayanti 2016 and this was followed by the introduction of domed mosques typology by the Dutch Maulida, Siahaan, and Pane 2020. Both forms are observed to have a strong upward and centered orientation in accordance with the concept of mundi and parahyangan axis which is considered to be sacred in Indonesia Mangunwijaya 2009. ...Muhammad Rusdi AdiputraPurnama SaluraMosques as a religious building for the Moslem Community have two orientations and they include the Qibla as the main and direction of the sky as the secondary. Praying is the main element of worship for Moslems and is recommended to be led towards the Qibla or upward direction. The mosque has been discovered not to have a sacred space but Qibla, mihrab, and Qibla marker walls are considered sacred. These sacred orientation signs and markers have been used and developed since the beginning but their existence and understanding have been eroded due to the influence of locals as well as development. Currently, the majority of the mosques in Indonesia have a centralized and strong orientation towards the upper direction when they are expected to have the main orientation in the form of Qibla direction. This study was, therefore, conducted to examine the anatomy of these mosques using semiotic theory by comparing the two mosques with several signs and markers of sacred orientation in the country. The results showed there are new signs and markers but the old ones are still significant in the mosques in the present Dayanti Harahap Riyan KurniawanApriani HarahapThis research examines the Syekh Zainal Abidin Harahap Mosque as the oldest mosque in Padang Sidempuan City which was founded in 1880 which was self-educated by one of the religious leaders in Padang Sidempuan City, Syekh Zainal Abidin Harahap and still exists today. The study is seen from various sides, namely the development of mosques, acculturation of mosque architecture, and the role of the Sheikh Zainal Abidin Harahap mosque. This mosque has its own uniqueness from other mosques, namely the acculturation of culture found in the mosque, this is the reason why pilgrims visit this mosque for religious tours in addition to performing worship. The acculturation comes from Arabic, Javanese, and Hindu cultures. The Sheikh Zainal Abidin Harahap Mosque has been legalized as a Cultural Heritage object. This type of research is qualitative research using 4 stages of the historical method, namely, 1 Heuristics, 2 Source Criticism, 3 Interpretation, 4 Historiography. This research will be very useful for the field of education, especially the history of the entry of Islam into Indonesia and local Rivaldi AbdulThis article examines the Monginbalu Konbulan tradition, which is one of the Islamic traditions of the Bolaang Mongondow Muslim community. This tradition has long been carried out as part of welcoming the month of Ramadan. Historical, anthropological, and sociological approaches are used to understand the practice of Monginbalu Konbulan, and explore its history and values. This article shows that the Monginbalu Konbulan is a mass fasting bath tradition carried out by the Muslim community of Bolaang Mongondow on the last afternoon of the month of Shaban. The mass bathing procession was led by a jiow who would splash water on people. This has been going on for a long time, and the birth of the mass fasting bath tradition is the answer to the needs of the Bolaang Mongondow Muslim community who want to carry out the Ramadan fasting bath. In addition, the implementation of the Monginbalu Konbulan tradition is also full of value, thus making it urgent to be preserved as a peculiarity of the Nusantara Islamic tradition in the Bolaang Mongondow Muslim community. Keywords Welcoming Ramadan, Bathing Together, Bolaang Mongondow Tradition, Nusantara Islamic Tradition Artikel ini mengkaji tradisi Monginbalu Konbulan yang merupakan salah satu tradisi Islam masyarakat muslim Bolaang MongonÂdow. Tradisi terÂsebut sudah lama dilakukan sebagai bagian menyambut bulan Ramadan. Pendekatan sejarah, antropologi, dan sosiologi digunakan untuk memahami praktik MonginÂbalu Konbulan, dan menggali sejarah serta nilai-nilainya. Artikel ini menunÂjukkan bahwa Monginbalu Konbulan merupakan tradisi mandi puasa secara massal yang dilakukan oleh masyarakat muslim Bolaang Mongondow di sore terakhir bulan Syaban. Prosesi mandi massal dipimpin oleh seorang jiow yang akan menyiramkan air ke orang-orang. Hal ini sudah berÂlangsung sejak lama, dan lahirnya tradisi mandi puasa secara massal merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat muslim Bolaang MongonÂdow yang ingin melaksanakan mandi puasa Ramadan. Selain itu, pelakÂsanaan tradisi Monginbalu Konbulan juga sarat nilai, sehingga memÂbuatÂnya urgen untuk dilestarikan sebagai kekhasan tradisi Islam Nusantara dalam masyarakat muslim Bolaang Mongondow. Kata Kunci Menyambut Ramadan, Mandi Bersama, Tradisi Bolaang Mongondow, Tradisi Islam NusantaraIslam has a powerful influence on peopleâs lives, especially in Indonesia, including in a mosque architecture, where influenced by several cultures. The mosque, a place for worship for Muslims, is a building that often experiences acculturation in its building design. Cipaganti Mosque, one of the oldest mosque in Bandung, might be identified by its Java style, Sunda style, and also Europe style. However, this mosque also reflects Islamic culture which include all architectural aspects of the building. This research aims to examine the extent to which Islamic culture exists in this mosque, and how the acculturation of the three cultures with Islamic culture becomes an inseparable part of the building architecture. Using a qualitative method with a descriptive approach divided into several stages, namely observation, documentation, and data analysis, the research was able to obtain a comprehensive and objective of a variety of cultural acculturation in Cipaganti Mosque building. Finally, found that the acculturation of Islamic culture in mosques was explicit and was found to be comprehensive from all aspects of the building. This acculturation, consisting of Islamic culture, Western European culture, Javanese culture, and Sundanese culture, makes Cipaganti Mosque has a unique architectural concept and makes this building one of the cultural heritage buildings in the city of Bandung. Islam memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan masyarakat, khususnya di Indonesia, termasuk dalam arsitektur masjid, yang dipengaruhi oleh beberapa budaya. Masjid, tempat beribadah umat Islam, merupakan bangunan yang sering mengalami akulturasi dalam desain bangunannya. Masjid Cipaganti, salah satu masjid tertua di Bandung, mungkin bisa dikenali dari gaya Jawa, gaya Sunda, dan juga gaya Eropa. Namun, masjid ini juga mencerminkan budaya Islam yang mencakup semua aspek arsitektur bangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana budaya Islam ada di masjid ini, dan bagaimana akulturasi ketiga budaya tersebut dengan budaya Islam menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari arsitektur bangunan. Dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang terbagi dalam beberapa tahapan yaitu observasi, dokumentasi, dan analisis data, penelitian ini mampu memperoleh gambaran yang komprehensif dan objektif tentang berbagai akulturasi budaya pada bangunan Masjid Cipaganti. Akhirnya, ditemukan bahwa akulturasi budaya Islam di masjid-masjid secara eksplisit dan ditemukan menyeluruh dari semua aspek bangunan. Akulturasi budaya yang terdiri dari budaya Islam, budaya Eropa Barat, budaya Jawa, dan budaya Sunda ini menjadikan Masjid Cipaganti memiliki konsep arsitektur yang unik dan menjadikan bangunan ini sebagai salah satu bangunan cagar budaya di kota Mesdjid dan Amal Ibadah Dalamnja, Bandjarmasin Adil Co Jakarta AmbaryAboebakarAboebakar,1955,Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah Dalamnja, Bandjarmasin Adil Co Jakarta Ambary, Hasan Muarif, 1982, Beberapa Ciri Kreatifitasnya Dimanisfestasikan Melalui Seni Hias dan Seni Bangun Masa Indonesia Islam Abad XIV -XIX, Majalah Kreatifitas, Jakarta Dian RakyatSejarah Perjuangan Dan Dakwah Islamiah Sunan Giri cetakan IIIR IsmailLois Lamya Al Al Faruqi DanFaruqiIsmail R. Al Faruqi dan Lois Lamya Al Faruqi, 2004, Atlas Budaya Islam; Menelajah Khazanah Peradaban Gemilang, judul Asli The Cultural Atlas of Islam, Bandung Mizan Koenjaraningrat, 1997, Kebudayaan Jawa, Jakarta Balai Pustaka Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Malang dan Panitia Penelitian Dan Pemugaran Sunan Giri, 2014, Sejarah Perjuangan Dan Dakwah Islamiah Sunan Giri cetakan III, Malang Pustaka Luhur Mustakim, 2005, Gresik Sejarah Bandar Dagang dan Jejak Awal Islam Tinjuan Historis Abad XIII Sampai XVII Masehi, Jakarta Timur Cv Mitraunggul Laksana cet 1SagimunSagimun, 1988, Peninggalan Sejarah Masa Perkembangan Agama-Agama di Indonesia, Jakarta CV. Haji Masagung Sumalyo,Yulianto,2006,Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, Yogyakarta Gajamada Universuty PressAdat Jawa Tengah dan Jawa Timur, Wawancara dengan Mohamad Ma'arifRumah Joglo RumahRumah Joglo Rumah Adat Jawa Tengah dan Jawa Timur, Wawancara dengan Mohamad Ma'arif, 1 April 2016Jakarta Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Pusat Djoened Poesponegoro Nugraha Notosussanto, MarwatiDarori AminIslam Dan KebudayaanJawaAmin, Darori, 2000, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta Gama Media Anom, IGN. 1999, Masjid Kuno Indonesia, Jakarta Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Pusat Djoened Poesponegoro Nugraha Notosussanto, Marwati, 1993, Sejarah Nasional Indonesia, Jakarta Balai Pustaka Indonesia Dukut Imam Widodo Dkk, 2004,Grissee Tempo Doeloe, Gresik Pemerintah Kabupaten Gresik Fanani, Achmad, 2009, Arsitektur Masjid, Yogyakarta Bentang Hasyim, Umar 1979, Sunan Giri, Kudus Menara Kudus Iswahyudi, Perkembangan Makna Simbolik Motif Hias Medalion pada Bangunan Sakral di Jawa Abad IX-XVI, Jurusan Pendidikan Seni Rupa PBS UNYJakarta Balai Pustaka Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Malang dan Panitia Penelitian Dan Pemugaran Sunan GiriMenelajah Khazanah Peradaban Gemilang, judul Asli The Cultural Atlas of Islam, Bandung Mizan Koenjaraningrat, 1997, Kebudayaan Jawa, Jakarta Balai Pustaka Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Malang dan Panitia Penelitian Dan Pemugaran Sunan Giri, 2014, Sejarah Perjuangan Dan Dakwah Islamiah Sunan Giri cetakan III, Malang Pustaka Luhur Mustakim, 2005, Gresik Sejarah Bandar Dagang dan Jejak Awal Islam Tinjuan Historis Abad XIII Sampai XVII Masehi, Jakarta Timur Cv Mitraunggul Laksana cet 1
kaligrafi makam sunan giri