Kalimatpasif ialah jenis kalimat Bahasa Indonesia yang pekerjaan atau tindakan diberikan kepada unsur subjeknya. Dalam kalimat ini terdapat imbuhan yang berupa ter-, ter-kan, di-, atau ke-an. Selain itu kalimat pasif juga disertai dengan kata depan. Adapun contoh kalimat pasif yaitu: Eko diantar oleh Ani. Contohcontoh Kalimat yang Menggunakan Kata "berupa". Sebagian besar reliefnya berupa dataran. Sesaat sosok tubuhnya hanya berupa bayang. Itu dapat berupa penguasaan barang dan jasa. 2) Ekonomi, berupa kerjasama dalam perdagangan. Nilai pengujian berupa jawaban 'ya' atau 'tidak'. a. BacaJuga: 5 Contoh Pantun Kiasan yang Menginspirasi Lengkap dengan Maknanya Komik potongan (Comic Strip), yaitu penggalan komik yang digabung menjadi sebuah alur cerita pendek.Biasanya komik jenis ini dibuat bersambung. Kartun, yaitu komik berupa satu tampilan yang mengandung kritik, humor, atau sindiran.; Komik tahunan (Comic Annual), yaitu komik yang terbit setiap satu bulan atau satu tahun Inidilakukan agar kalimat yang disampaikan dapat dimengerti oleh penerima pesan. Untuk membuat kalimat yang terstruktur dalam bahasa Indonesia dibutuhkan aturan yang biasa disebut dengan SPOK atau subjek, predikat, objek, dan keterangan. Ini memastikan kalimat yang kita susun dibuat sesuai dengan struktur yang sesuai. Pengertian SPOK Kalimattanya biasa adalah jenis kalimat yang paling sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Jenis kalimat ini digunakan untuk menggali informasi dari seseorang tentang objek tertentu. Kata tanya yang digunakan dalam kalimat tanya biasa adalah 5W1H yaitu What (Apa), Where (Dimana), When (Kapan), Who (Siapa), Why (Mengapa), How (Bagaimana). Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd Nợ Xấu. Bahasa yang digunakan dalam komik sebagian besar merupakan kata-kata yang diucapkan oleh karakter dan merupakan bahasa lisan. Hal ini membuat bahasa yang digunakan sangat informal, yang dibangun dari kalimat- kalimat sederhana dengan bahasa yang sederhana. Bahasa apa yang digunakan untuk membuat komik? Jawaban bahasa yang di gunakan adalah bahasa yang singkat, jelas dan padat yang mudah di mengerti orang saat membaca dan supaya menulisnya tidak terlalu penuh pada saat di gambar D. Mengapa komik menggunakan bahasa? Jawaban. Jawaban Agar mudah dimengerti dan agar senantiasa ingat terhadap pesan yang ingin disampaikan. Apa saja ciri ciri bahasa komik? Ciri–ciri bahasa komik 1. menggunakan bahasa percakapan sehari hari. 2. susunan kata bersifat proposional, sehingga mudh membawa pembaca untuk hanyut dlm cerita. Langkah langkah yang benar dalam menggambar komik? Tentukan tema komik. Tentukan Isi atau jalan cerita. Kembangkan tokoh-tokoh, baik secara teks sifat tertulis maupun gambar karakter. Siapkan latar belakang cerita, dengan beberapa sampel visual wujud nyata gambar latar. Buat alur cerita komik jika diperlukan. Apakah canva bisa membuat komik? Membuat Komik Keren Secara Online dengan Canva. Kini, membuat komik pendek, sederhana, dan lucu secara online dengan contoh gambar inspiratif, termasuk dalam bahasa Inggris, bisa dilakukan lewat aplikasi komik Canva. Tak perlu khawatir, siapapun kini bisa menjalani proses pembuatan komik dengan mudah dan gratis! Apa bahasa inggrisnya komikus? Komikus memiliki padanan makna dengan mangaka bahasa Jepang dan comic artist bahasa Inggris. Mengapa komik tidak menggunakan bahasa yang baku tetapi menggunakan bahasa sehari hari? Dengan digunakannya bahasa percakapan sehari–hari akan lebih mengena bagi pembaca. Pola perilaku dalam cerita komik cenderung untuk disederhanakan dan mudah diterka. Mengapa bahasa dalam komik sangat singkat dan mudah di pahami oleh pembaca? Jawaban. Jawaban agar pembaca tidak bosan untuk membaca komik, jika digunakan bahasa yang rumit akan membuat pembaca menjadi bosan. Bagaimana bentuk teks dalam komik? Teks yang digunakan di dalam komik berbentuk dialog, menceritakan dialog antara tokoh satu dengan yang lain ketika bertarung. Kata yang di gunakan dalam dialog komik berupa kata seru. Apa saja ciri-ciri komik brainly? Memiliki sifat proporsional. Menceritakan suatu cerita dengan gambar. Menggunakan bahasa percakapan. Memiliki sisi humor. Adanya penggambaran watak. Apa ciri-ciri menggambar komik? Komik itu memiliki ukuran yang proporsional, yaitu jumlah teks dan gambar yang seimbang. Hal ini dilakukan agar pembaca seakan-akan terlibat dan ikut berperan dalam cerita. Komik menggunakan bahasa percakapan sehari-hari. Sehingga mudah dipahami semua kalangan umur. Apa pengertian dan ciri-ciri komik? Komik merupakan sebuah cerita bergambar yang sifatnya mudah dicerna atau mudah dipahami, serta lucu. Komik sendiri berfungsi untuk menyampaikan cerita melalui ilustrasi urutan gambar dan kata. Tuliskan 6 langkah dalam membuat komik? Berimajinasi. Menetapkan tokoh dan tujuan. Menuangkan imajinasi menjadi skenario sesuai karakter tokoh dan tujuan yg direncanakan. Membuat sketsa gambar sesuai skenario. Menyisipkan teks dialog dan narasi diantara gambar, sesuai skenario. Merampungkan gambar, diwarnai bila perlu. Jelaskan 4 langkah dalam membuat komik? 4. Jika sketsa gambar telah berhasil dibuat langkah selanjutnya yaitu adalah menyisipkan beberapa tulisan untuk mempertegas alur cerita. Bagaimana proses pentahapan dalam menggambar komik? Tentukan tema komik. Tentukan Isi atau jalan cerita. Kembangkan tokoh-tokoh, baik secara teks sifat tertulis maupun gambar karakter. Siapkan latar belakang cerita, dengan beberapa sampel visual wujud nyata gambar latar. Membuat komik menggunakan aplikasi apa? Apa saja alat dan bahan yang digunakan untuk membuat komik? Dalam pembuatan komik, peralatan yang dibutuhkan berupa kertas gambar dengan ukuran bebas. Biasanya bahan kertas yang digunakan untuk membuat komik adalah HVS 80 gr atau 100 gr. Kemudian mempersiapkan pensil, penghapus, penggaris, spidol, pensil warna atau crayon untuk mewarnai. Apa saja yang menjadi syarat dalam pembuatan komik? At least itu artinya apa? Jika frasa at least diartikan ke dalam bahasa Indonesia, artinya menjadi, “setidaknya” atau “sekurang-kurangnya”. References Pertanyaan Lainnya1Alat apakah yang tepat untuk mengukur diameter dalam pipa?2Pada daerah apakah yang paling sesuai bagi para petani garam brainly?3Unsur unsur apa saja yang terkandung dalam pencak silat?4Lagu kebunku dinyanyikan dengan irama berapa?5Apa tujuan percobaan jam matahari?6Ceritakan apa isi yang terkandung di dalam isi teks anekdot yang berjudul kaos tahanan KPK?7Apa alat yang di gunakan untuk mengukur suhu?81 2 jadi desimal berapa?9Pada saat lari cepat kaki kita melangkah dengan?10Apa saja syarat syarat satuan baku? ArticlePDF Available AbstractThe marker of substitutional cohension can be found in three types nominal,verbal, and clausal substitutional cohesion. The nominal substitutional cohension hastwo subtypes personal and non-personal of nominal substitutional cohension. Meanwhile,the marker of ellipsis cohension differentiated into three types nominal, verbal,and chaulsal ellipsis cohesion. The conjunctive cohension is differentiated into five typemarke additive, adversative, temporal, continuative, and causal. The lexical cohensionis differentiated into four types reiterative, synonimy, hyponimy, and colocative in the coherence of comic discourse shows the existence of two systems of theforming coherence, namely coherence based on the cohesion systems, and the coherencebased on the situational aspects. The coherence based on the cohension system canbe differentiated into four types equal, pposite, successive, situational aspects has twotypes, namely continuity step of situational coherence, and the explanation situasionalcoherence. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANAKOMIK BAHASA INDONESIAI Gusti Ngurah Mayun SusandhikaJurusan Ilmu Administrasi NegaraFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas MahendradattaJl. Ken Arok No. 12, Peguyangan Denasar E-mail ngurah_yun - The marker of substitutional cohension can be found in three types nominal, verbal, and clausal substitutional cohesion. The nominal substitutional cohension has two subtypes personal and non-personal of nominal substitutional cohension. Mean-while, the marker of ellipsis cohension differentiated into three types nominal, verbal, and chaulsal ellipsis cohesion. The conjunctive cohension is differentiated into ve type marke additive, adversative, temporal, continuative, and causal. The lexical cohension is differentiated into four types reiterative, synonimy, hyponimy, and colocative lexical in the coherence of comic discourse shows the existence of two systems of the forming coherence, namely coherence based on the cohesion systems, and the coher-ence based on the situational aspects. The coherence based on the cohension system can be differentiated into four types equal, pposite, successive, situational aspects has two types, namely continuity step of situational coherence, and the explanation situasional cohesion, coherence, comic Komik merupakan cerita bergam-bar yang disertai teks. Wacana komik ter-bentuk oleh perpaduan antara teks den-gan gambar-gambar komik. Teks dalam wacana komik terdiri dari dialog-dialog maupun poliglot antar tokoh cerita dan deskripsi konteks pertuturan, sedangkan gambar-gambarnya merupakan peluki-san situasional cerita. Sebagai bentuk pemakaian bahasa tulis, wacana komik dapat dikatakan hemat dalam penggunaan kata-kata, karena adanya dukungan gam-bar-gambar komik sebagai konteks situ-asionalnya. Bahkan sering terdapat teks dalam wacana komik yang tidak selesai tetap dapat dipahami maksudnya setelah dihubungkan dengan gambar-gambar yang menyertainya. Adanya fenomena yang de-mikian itu menjadikan wacana komik san-gat tepat dikaji dalam analisis wacana. Widdowson dalam Explorations is Applied Linguistics 1985 116 menga-takan bahwa “discourse consists of ut-terance with which sentences can be put into correspondence, and these combine in complex ways to relate to extralinguis-tic reality to achieve a communicative ef-fect”. Artinya, bahwa wacana discourse terdiri dari tuturan-tuturan yang berupa kalimat-kalimat yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan faktor-faktor luar bahasa, atau kenyataan-kenyataan luar ke-bahasaan, sehingga kalimat-kalimat yang ada dalam wacana itu membentuk satu kesatuan yang bersifat komunikatif. Hal yang demikian itu terkandung dalam wa-cana komik. Pemahaman terhadap wacana komik tidak dapat dilakukan hanya dengan memahami hubugan kalimat-kalimatnya, tetapi juga harus mempertimbangkan gam-bar-gambar yang mendukungnya, sebagai konteks situasinya a context of situation. Dalam hal ini konteks situasi diartikan se-bagai yaitu lingkungan langsung tempat teks berfungsi Lyons, 1983 217; Halli-I Gusti Ngurah Mayun Susandhika 54JURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 01, Feb - Jul 2018 ISSN ISSN day dan Hasan, 1992 62. Di samping itu, Lyons 1983 25 mengatakan bahwa “....utterance, like text, is to be interpreted as coverin stretches of either writer or spoken language or both, according to context”, bahwa suatu tuturan, seperti halnya teks, haruslah ditafsirkan untuk membuka suatu makna dalam pemakaian bahasa tulis dan bahasa lisan, atau keduanya, dengan mem-pertimbangkan konteksnya. Dalam menaf-sirkan maksud suatu wacana, kalimat-kali-mat tidak dianalisis secara isolatif, terlepas dari kalimat lain dan konteknya, melainkan harus dipandang sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan. Kalimat, sebagai satuan terkecil dalam wacana, mendukung satuan makna, maka hubungan antar kali-mat dalam wacana tersebut menggambar-kan hubungan antar makna. Hal ini berarti analisis wacana ditujukan untuk membuka suatu keberuntunan pola pikir, atau hubun-gan antar makna yang terkandung dalam wacana itu. Adanya keterkaitan pola pikir dan kelogisan hubungan antar makna da-lam wacana disebut koherensi. Hubungan dan keserasian bentuk pada kalimat-kali-mat yang terdapat dalam wacana disebut kohesi dalam Ramlan, 1993 10. Koherensi merupakan kepaduan in-formasi atau kepaduan di bidang makna dalam suatu teks. Suatu teks pada umum-nya terbentuk dari beberapa kalimat, dan kalimat-kalimat itu mempunyai kesinam-bungan pengertian continuity of senses. Kesinambungan pengertian itulah yang mendasari terbentuknya koherensi suatu teks. Sehubungan dengan hal ini, Beau-grande 1981 84 mengatakan bahwa “....continuity of senses as the foundation of coherence, being the mutual acces and rel-evance within a conguration of concepts and relations”, atau pengertian-pengertian yang berkesinambungan itu, sebagai dasar terbentuknya koherensi, sama-sama saling membutuhkan dan saling berkesesuaian dalam suatu kongurasi konsep dan dan koherensi dalam wacana mer-upakan aspek yang sangat penting da-lam memahami maksud wacana. Dengan adanya kedua aspek tersebut, suatu wa-cana menampakkan adanya kesinambun-gan pengertian di antara elemen-elemen pembentuk wacana tersebut. Selanjutnya, pemahaman terhadap koherensi suatu wa-cana merupakan hal yang sangat penting dan mendasar di dalam analisis wacana, sebagaimana yang dijelaskan oleh Labov dalam Giglioli, 1972 299 bahwa “The foundamental problem of discourse anal-ysis is to show how one utterance fol-lows another in a rational, rulegoverned manner in other words, how we under-stand coherent discourse”, yaitu bahwa permasalahan pokok dalam analisis wa-cana adalah bagaimana mengungkapkan hubungan-hubungan yang rasional dan kaidah-kaidah mengenai cara tersusunnya tuturan-tuturan yang beruntun. Di dalam wacana komik, antara teks dan gambar-gambarnya saling bergantun-gan dan saling mendukung dalam mem-bentuk satu kesatuan pengertian. Dengan kata lain, pemahaman terhadap wacana ko-mik perlu mempertimbangkan hubungan antara teks dan gambar-gambarnya. Hal ini berarti wacana komik menunjukkan adan-ya sistem penandaan kohesi dan koherensi tertentu. Sehubungan dengan hal itu, pene-litian ini ditujukan untuk mendeskripsikan sistem penandaan kohesi dan terbentuknya koherensi yang terdapat di dalam wacana komik. Penelitian ini menggunakan da-ta-data yang berupa wacana komik, dilan-dasi pengertian bahwa fenomena kebaha-saan yang terdapat dalam wacana komik, dapat dikatakan tidak pernah tersentuh dalam penelitian bahasa. Bertolak dari hal tersebut dapat dirumuskan beberapa per-masalahan sebagai berikut1 Bagaimana tipe-tipe penanda kohesi dalam wacana komik?2 Bagaimana terbentuknya koherensi wacana komik?3 Bagaimana tipe-tipe koherensi wa-cana komik itu berdasarkan cara ter-bentuknya?4 Aspek-aspek apa yang ikut berperan dalam terbentuknya koherensi di da-lam wacana komik? Beberapa waktu lalu, analisis ba-hasa dilakukan oleh ahli bahasa terhadap kalimat-kalimat, yang dianggap sebagai suatu lingual maksimal. Kalimat dianalisis sebagai satuan lingual yang mandiri dan terlepas dari konteksnya. Kalimat, sebagai suatu hasil pertuturan, tidak ditinjau dalam kerangka konteks tertentu, melainkan ha-nya didasarkan pada makna satuan-satuan lingual yang menjadi unsur-unsur pemben-tuk kalimat. Dengan dikembangkannya studi wa-cana, diperoleh bukti bahwa maksud kali-55I Gusti Ngurah Mayun SusandhikaJURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 01, Feb - Jul 2018 ISSN ISSN mat yang dituturkan seseorang tidak selalu sesuai dengan makna satuan-satuan lin-gual dalam membentuk kalimat. Maksud suatu kalimat sering kali dapat dipahami dengan benar apabila dipertautkan dengan konteks dituturkannya kalimat tersebut. Dalam pengertian ini, dimungkinkan ka-limat yang sama apabila dituturkan dalam konteks berbeda akan mengungkapkan maksud yang berbeda. Dalam analisis wacana, kajian kalimat tidak terlepas dari konteksnya, melainkan dipertautkan dengan kalimat-kalimat lain dalam suatu pertuturan, dan faktor-faktor bersifat nonlingual, terlibat dalam pros-es pertuturan tersebut untuk mengungkap maksud yang terkandung dalam kalimat. Melalui analisis wacana, hakikat fungsi komunikatif bahasa dapat diungkap secara memadai. Dengan demikian, analisis wa-cana lebih bersifat semantis dan dipandangnya wacana sebagai ob-jek kajian linguistik yang lebih memadai untuk mengungkap fungsi hakiki bahasa, maka berkembangnya teori-tori analisis bahasa dalam memasukkan konteks se-bagai dasar analisis. Beberapa teori itu antara lain teori Firtian, teori Tagmemik, teori Linguistik Teks, teori Firthian Teori Firthian dilandasi oleh konsep Firth, seorang linguis London, yang beranggapan bahwa objek yang dikaji di dalam linguistik adalah pemakaian baha-sa secara aktual, karena dalam di dalam pemakaian bahasa, tuturan semakin da-lam hubungan antar anggota masyarakat. Di dalam pemakaian bahasa itu terdapat keterhubungan antara linguistik dan non-linguistik. Menurutnya, dalam analisis ba-hasa, makna harus ditentukan berdasarkan konteksnya. Suatu kalimat tidak akan jelas maksudnya jika dianalisis di luar teks dan konteksnya Davis, 1973; Sampson, 1980.Teori Firthian memandang bahwa sistem dan struktur bahasa dikaji dalam berbagai tataran analisis dalam konteks situasinya untuk mengungkap makna. Analisis ba-hasa dengan mempertimbangkan konteks situasi menuntut kerja analisis dapat mem-perhatikan hubungan-hubungan dalam teks itu sendiri, dan hubungan dengan kon-teks situasinya. Hubungan-hubungan dalam teks itu meliputi a hubungan sintagmatik an-tara unsur struktur yang dipertimbangkan dalam berbagai tataran analisis, dan b hubungan paradigmatik istilah atau satuan yang mengubah sistem untuk memberikan nilai pada unsur struktur. Adapun hubun-gan dalam konteks situasi itu meliputi a hubungan teks dengan unsur nonverbal, b hubungan analitis antara serpihan teks dan unsur khusus dalam situasi Samsuri, 1988.Teori Tagmemik Pike 1992, dengan teori Tagme-miknya mengatakan bahwa bahasa harus dipandang sebagai tingkah laku berpola dalam konteks yang berpola. Bahasa harus dipandang dalam konteks yang lebih luas. Tingkah laku verbal tidak dapat dikaji den-gan memadai tanpa mempertimbangkan tingkah laku nonverbal. Pemerian bahasa harus mempertimbangkan bahwa manusia sebagai pemakai bahasa mempengaruhi hakikat satuan-satuan bahasa yang dipaka-inya dalam komunikasi. Oleh karena itu, reaksinya terhadap bahasa menjadi bagian data yang harus dipelajari dalam studi ba-hasa, karena kegunaan yang dilukiskan mengenai reaksinya itu merupakan bagian struktur bahasa. Dengan demikian, pemeri-an bahasa tidak hanya terbatas pada tataran fonem sebagai tataran terendah dan tataran kalimat sebagai tataran tertinggi, tetapi juga mencakup konteks tingkah laku yang lebih luas Samsuri, 1988. Hal ini mengis-yaratkan bahwa dalam mengkaji bahasa perlu mempertimbangkan hal-hal yang di luar satuan-satuan lingual, di samping mempertimbangkan hubungan-hubungan antar satuan lingual tersebut. Menurut Teori Tagmemik, sebuah satuan dapat dipahami dengan baik hanya jika seseorang mengetahui terdapat satuan yang ditemukan. Demikian pada wacana, seluruh wacana tidak hanya ditentukan oleh kata-kata saja, tetapi lebih ditentu-kan oleh hubungan kata dengan budaya yang lebih luas, yaitu tempat kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu dalam pemerian wacana, peneliti dapat meng-hubungkan kata-kata itu, yang dalam hal ini merupakan teks, dengan konteks situasi tempat teks tersebut berfungsi, sehingga interprestasi terhadap informasinya dapat dilakukan dengan ketepatan. Pemerian de-mikian itu perlu dilakukan, karena fungsi tekstual bukan saja berhubungan dengan 56I Gusti Ngurah Mayun SusandhikaJURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 01, Feb - Jul 2018 ISSN ISSN kohesi gramatikal, tetapi juga dengan ko-herensi retorikal Parera, 1990. Teori Tagmemik mengungkapkan bahwa konteks situasi relevan dengan gabungan bentuk makna, dengan peruba-han-perubahan, dan seluruh wacana yang ada Pike, 1992. Seluruh wacana tidak di-tentukan dengan kata-kata itu sendiri yang terdapat dalam wacana, melainkan terdapat hubungan kata-kata dengan budaya yang lebih luas, tempat kata-kata tersebut di-gunakan. Oleh karena itu, seluruh wacana linguistik ahli bahasa menghubungkan bahasa dengan masyarakat yang meng-gunakannya. Wacana itu sendiri, menurut teori Tagmemik dapat dikatakan sebagai suatu bentuk Tagmem, yaitu satuan da-lam konteks. Dalam analisis tagmen itu diperlukan adanya keutuhan antara fungsi, bentuk, peran, dan kohesi. Itulah sebab-nya, dalam analisis bahasa, hal ini dapat dikhususkan masalah wacana, teori Tag-memik sangat mempertimbangkan pentin-gnya konteks situasinya, yaitu menjangkau makna diungkapkan penutur dengan Linguistik Teks Beugrande dalam Introduction to Text Linguistic 1981 menjelaskan bahwa teks merupakan suatu peristiwa komuni-kasi communication accurrence. Aspek koherensi sebagai salah satu standar kual-itas suatu wacana atau standard textualy suatu wacana, di samping aspek kohesi, intensionalitas dalam akseptabilitas, infor-matif, situasionalitas, dan intertekstualitas. Menurutnya, koherensi dalam suatu wa-cana tercipta karena adanya kesinambun-gan pengertian. Teori Linguistik Teks berpandangan bahwa suatu ekspresi bahasa a language expression merupakan bentuk mengh-adirkan dan penyampaian pengetahuan. Pengertian ekspresi bahasa pada hakikat-nya merupakan pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan melalui bahasa dalam bentuk teks. Dengan demikian, tidak be-rarti bahwa pengetahuan identik dengan ekspresi bahasa, karena pengertian yang berkandung dalam suatu ekspresi bahasa pada dasarnya merupakan kongurasi an-tara konsep-konsep dan hubugan-hubun-gan dengan pengetahuan tentang dunia. Koherensi suatu wacana didasarkan atas adanya kesinambungan pengertian di da-lam wacana tersebut, maka dalam men-gidentikasi koherensi wacana juga harus mengetahui hal-hal yang membentuk kes-inambungan pengertian dalam suatu wa-cana. Menurut Beaugrande hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menemu-kan kesinambungan pengertian itu adalah konsep-konsep yang teraktifkan activated concepts dalam ekspresi bahasa. Konsep-konsep itu pada dasarnya merupakan kongurasi antara pengeta-huan-pengetahuan tentang dunia yang dapat dimunculkan kembali atau dapat diaktifkan. Konsep-konsep itu dapat dike-lompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu konsep primer primary concept dan kon-sep sekunder secondary concept. Konsep primer meliputi a Objek Object, yaitu entitas-entitas konseptual dengan identi-tas dan konstitusi yang stabil. b Situasi Situations, yaitu kongurasi antara ob-jek-objek yang saling menghadirkan da-lam keadaan tertentu. c Peristiwa event, yaitu kejadian-kejadian yang dapat men-gubah situasi atau keadaan dalam suatu situasi. d Tindakan actions, yaitu peris-tiwa-peristiwa yang dialami oleh para pelaku. Adapun konsep sekunder meliputi keadaan, pelaku, entitas yang berpengaruh, relasi, atribut, lokasi, waktu, gerakan, alat, bentuk, bagian, substansi, isi, sebab, kemungkinan, alasan, tujuan, apersepsi, kognisi, emosi, kemauan, pengakuan, ko-munikasi, pemilikan, kejadian, kuantitas, keperluan, signikansi, nilai, ekuivalensi, pertentangan, koreferensi, dan rekurensi. Tipe-tipe konsep tersebut digunakan untuk mengklasikasikan hubungan-hubungan kebahasaan berdasarkan pengorganisasian peristiwa-peristiwa dan Sistemik Teori Sistemik merupakan teori lin-guistik yang dikembangkan oleh Halliday Sampson, 1980. Teori ini pada dasarn-ya merupakan pengembangan dari kon-sep-konsep linguistik yang dikemukakan oleh Firth. Menurut Halliday, yang me-nekankan kajian bahasanya berdasarkan konteks sosial, jalan menurut pemahaman terhadap bahasa terletak dalam kajian teks Halliday dan Hasan, 1992. Dapat dika-takan bahwa kajian semacam itu akan atau ditemukan adanya teks, dan ada teks lain yang menyertainya. Teks yang menyertai teks itu merupakan konteks. Di dalam teks 57I Gusti Ngurah Mayun SusandhikaJURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 01, Feb - Jul 2018 ISSN ISSN itu ada sesuatu yang mengikat kalimat-ka-limat itu menjadi sebuah teks, menyebab-kan pendengar atau pembaca mengetahui bahwa dengan berhadapan dengan teks atau wacana, bukan suatu kumpulan kali-mat tanpa ikatan. Tali pengikat itu dinamakan tekstur Hasan Lubis, 1993. Adapun konteks da-lam pengertian ini tidak hanya menyang-kut apa yang dilisankan atau dituliskan, melainkan termasuk juga kejadian-kejadi-an yang nonverbal, yaitu menyangkut kes-eluruhan lingkungan teks itu. Dalam kaitannya dengan masalah ko-herensi wacana, Halliday dan Hasan 1993 menjelaskan bahwa sumbangan yang pent-ing bagi koherensi suatu teks berasal dari kohesi, bandingkan juga Beaugrande, 1981 71. Dikatakannya bahwa kohesi merupakan perangkat sumber-sumber ke-bahasan yang dimiliki oleh setiap bahasa sebagai bagian dari metafungsi tekstual untuk mengaitkan satu bagian teks dengan bagian lainnya. Dalam bukunya Cohesion in English, Halliday dan Hasan menjelas-kan adanya lima macam tipe kohesi dalam bahasa Inggris, yaitu1 Reference, yaitu pengacuan terhadap unsur-unsur yang mendahuluinya atau yang mengikutinya yang mempunyai hubungan makna. Pengacuan terhadap unsur-unsur yang mendahului, atau un-sur-unsur yang telah disebutkan sebel-umnya dalam teks disebut pengacuan anaforis, sedangkan pengacuan terha-dap unsur-unsur yang mengikuti atau pengacuan terhadap unsur-unsur yang akan disebutkan kemudian dinamakan pengacuan kataforis. Mereka member-ikan contoh teks yang mengandung penanda kohesi referensial sebagai berikuta Doctor foster went to Gloucester in a shower of rain. He stepped in a puddle right up to his middle and never went there again. Dalam teks tersebut unsur there pada kalimat kedua mengacu secara anaforis pada unsur Gloucester pada kalimat Substitution, yaitu penggantian kata, kelompok kata atau unsur kalimat den-gan kata yang lain. Contohnyab My axe is too blunt. I must get a sharper one. Unsur one dalam kalimat kedua da-lam teks tersebut menggantikan unsur axe pada kalimat Ellipsis, yaitu kohesi yang berupa peng-hilangan suatu kata atau bagian dari ka-limat dalam suatu teks. Penghilangan ini dilakukan terhadap kata atau bagian kalimat yang sama digunakan pada kali-mat lain dalam teks, untuk menghindari penyebutan yang berulang, sehingga makna dari unsur yang dihilangkan itu masih dapat dimengerti. Kohesi elipsis ini dapat juga disebut sebagai substitu-tion by zero. Sebagai contoh, misalnyac “And how many hours a day did you do lessons?” said Alice, in a hur-ry to change the subject. “Ten hours the rst day,” said the Mock Turtle, “nine the next, and so on.” Unsur nine pada tuturan kedua dalam teks tersebut yang dimaksudkan adalah nine hours yang mengalami pelepasan un-sur. Demikian juga, unsur the next pada tu-turan kedua itu yang dimaksudkan adalah the next day yang mengalami pelepasan Conjuction, yaitu kohesi yang beru-pa bentuk-bentuk penanda hubungan yang menandai adanya keterkaitan an-tara kalimat yang satu dengan kalimat lain dalam teks. Penanda hubungan yang sering muncul dalam bahasa In-ggris adalah hubungan penambahan, hubungan sebab, dan hubungan waktu. Hubungan ini dapat bersifat hipotaksis, yaitu hubungan antara klausa utama dengan klausa bawahan, dapat dikait-kan hubungan yang bersifat parataksis, yaitu hubungan antara dua klausa yang setara. Misalnyad She was never really happy here. So she’s leaving. Unsur so pada kalimat kedua dalam teks tersebut merupakan penanda kohe-si konjungsi yang menunjukkan adanya hubungan sebab antara kalimat kedua itu dengan kalimat Lexical Cohesion, yaitu kohesi yang didasarkan atas adanya pemakaian ka-ta-kata yang mempunyai relasi seman-tik. Tipe kohesi leksikal dalam bahasa Inggris antara lain yaitu pengulangan reiteration dan kolokasi collocation. Jadi, kohesi leksikal ini tidak didasar-kan atas adanya hubungan gramatikal 58I Gusti Ngurah Mayun SusandhikaJURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 01, Feb - Jul 2018 ISSN ISSN bentuk-bentuk yang digunakan dalam teks. Misalnyae Henry’s bought himsift a new Jag-uar. He practically lives in the car. Unsur the car pada kalimat kedua teks tersebut merupakan pengacuan leksi-kal yang mengulang unsur Jaguar pada ka-limat Penelitian Sesuai dengan tahapan-tahapan dan prosedur penelitian yang ditempuh dalam penulisan artikel ini, maka metodologi pe-nelitian ini yang dijabarkan dalam tulisan ini berdasarkan tahapan strateginya meli-puti metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode pemaparan hasil analisis data, atau metode penyajian hasil penguraian data Sudaryanto, 1992 57.Data yang dianalisis dalam penelitian ini be-rupa penggalan-penggalan teks yang diambil dari komik-komik berbahasa Indonesia, yang diterbitkan dalam bentuk buku. Oleh karena itu, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan penyimakan metode simak terhadap komik-komik terse-but. Adapun buku-buku komik yang menjadi sumber data dalam penelitian ini1 Is Yuniarto, Garudayana. Aksi2 Rimanti Nurdarina, Pace The Guility. MNC3 Ockto Baringbing dan Hendry Zero. Bima Satria Garuda. Alfamart4 Vanslyner. Delinquent. Makko5 Go King Matto. 5 Menit Sebelum Tayang. Makko6 Pandji Pragiwaksono. H2O. Kolam Ko-mik7 Marcellino Lefrandt dan Aswin MC Siregar. Volt. Skylar Comic8 Is Yunarto. Knight of Apocalypse. Aksi Comic9 Ockto Baringbing dan Ino Septian. Ga-lauman. Comic10 Vega Mandalika. Nusantara Droid War. Comictoon11 Nurfadli Mursyid. Tahilalats. Comic-toon12 Mas Oki dan Terlalu Tampan. Comictoon. Bersumber dari buku-buku komik itu dilakukan pencatatan terhadap bagian-bagian teks dengan mempertimbangkan spesikasi sistem penandaan kohesi dan terbentuknya koherensi dalam teks tersebut. Klasikasi data dilakukan dengan memilah data pada tipe-tipe penanda kohesi dan terbentuknya koherensi. Setelah data terkumpul diklasikasikan kemudian dianalisis menggunakan metode padan, terutama menggunakan teknik refe-rensial, dan metode agih terutama menggu-nakan teknik substitusi, teknik perluas, dan teknik paraphrase. Di samping itu digunakan juga metode reeksif-introspektif mengenai teknik-teknik analisis ini lihat Sudaryanto, 1993. Teknik substitusi digunakan untuk menganalisis teks-teks koherensinya ber-sumber dari hubungan kohesif, yaitu dengan menggantikan penanda kohesif dalam teks itu dapat ditunjukkan. Adapun teknik refe-rensial digunakan untuk menganalisis teks yang koherensinya bersumber dari hubungan teks dengan konteks situasinya, sehingga ke-terhubungan unsur-unsur teks itu dapat di-tunjukkan. Selanjutnya, untuk membuktikan koherensi teks-teks tersebut digunakan teknik paraphrase dan metode reeksif-introspektif, yaitu dengan menyusun kembali teks-teks itu dengan memasukkan unsur-unsur kontek-stualnya, sehingga kepaduan makna teks itu dapat dipahami dengan jelas. Setelah tahap analisis dilaksanakan, hasil analisis data itu dipaparkan menggunakan metode penyaji-an secara informal, yaitu penyajian dengan menggunakan kata-kata, atau berupa Penelitian Secara kontekstual, wacana komik memiliki dua jenis konteks, yaitu konteks linguistik dan konteks nonlinguistik. Konteks linguistik merupakan konteks yang berupa bagian-bagian teks itu sendiri, karena ba-gian-bagian teks itu membentuk suatu kesatu-an teks, dalam arti bagian teks yang satu men-jadi konteks bagian teks yang lain. Konteks nonlinguistik merupakan konteks yang tidak berupa teks. Dalam wacana komik, konteks nonlinguistik berupa gambar-gambar komik. Berdasarkan dua jenis konteks itulah dalam penelitian ini ditentukan tipe-tipe kohesi yang terdapat dalam wacana komik. Sistem penandaan kohesi yang terdapat dalam wacana komik ada lima macam, yai-tu kohesi referensial, kohesi substitusional, kohesi elipsis, kohesi konjungtif, dan kohesi leksikal. Penanda kohesi referensial bersifat leksiko-semantis. Penanda kohesi ini dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu penanda kohesi referensial pronominal dan penan-da kohesi referensial Gusti Ngurah Mayun SusandhikaJURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 01, Feb - Jul 2018 ISSN ISSN Penanda kohesi referensial pronominal terdiri dari enam subtipe, yaitu 1 Penanda kohesi referensial pronominal yang bersifat endoforis, berupa ia, dia, dan mereka yang mengacu nama-nama orang yang disebutkan dalam teks. 2 Penanda kohesi referensial pronominal yang bersifat eksoforis, berupa kita, mereka, kalian, kau, dan aku yang di-gunakan untuk mengacu pelibat pertuturan yang namanya tidak disebutkan dalam teks. 3 Penanda kohesi referensial pronomi-nal diektik, berupa aku dan kamu. Penanda kohesi ini terdapat wacana dialog dan poli-glot. Dalam dialog maupun poliglot tentu terjadi pertukaran, dan dalam pertukaran itu pronominal aku dan kamu digunakan untuk mengacu pelibat pertuturan secara bergan-ti-ganti. 4 Penanda kohesi referensial pro-nominal nondiektik, berupa dia dan mereka. 5 Penanda kohesi referensial pronominal posesif. Penanda kohesi ini berupa pronomi-nal yang menyatakan hubungan kepemilikan, sehingga ada yang berbentuk klitik ku, mu, dan nya, dan ada pula yang berbentuk nonkli-tik kita, kalian, dan kamu. 6 Penanda kohesi referensial pronominal nonposesif, yang mer-upakan penggunaan pronominal yang tidak menunjukkan hubungan kepemilikan. Pen-anda kohesi ini secara gramatikal berfung-si sebagai subjek atau objek dalam kalimat. Bentuk penanda kohesi ini ada yang berben-tuk klitik ku dan mu, ada pula yang berben-tuk nonklitik aku, kamu, kau, kita, kami, dan kohesi referensial demonstratif dibedakan menjadi tiga subtipe yaitu penan-da kohesi demonstratif nominal, berupa ini, itu, dan tersebut; penanda kohesi referensial demonstratif temporal, berupa tadi; dan pen-anda kohesi referensial demonstratif lokatif, berupa sini, situ, dan sana. Penanda kohesi referensial komparatif dibedakan menjadi tiga subtipe, yaitu pen-anda kohesi referensial komparatif simila-tif, berupa seperti, bagaikan, seolah-olah, dan seakan-akan; penanda kohesi referensial elatif lebih dan paling; serta penanda kohesi referensial komparatif identik, berupa persis, sama dengan, dan aks se- yang diikuti kata berkategori ajektif. Penanda kohesi subtitusi bersifat leksiko-gramatikal. Penanda kohesi ini dalam wacana komik ditemukan tiga tipe penanda, yaitu penanda kohesi substitusi nominal, penanda kohesi substitusi verbal, dan pen-anda kohesi klausal. Penanda kohesi substi-tusi nominal dibedakan menjadi dua subtipe, yaitu penanda kohesi substitusi nominal per-sonal, berupa beliau, kau, ia, dia, dirimu, dan mereka; dan penanda kohesi substitusi nom-inal nonpersonal, berupa ini, itu, begini, dan apa. Penanda kohesi subtitusi verbal berupa itu, begitu, dan demikian. Penanda kohesi substitusi klausal be-rupa begitu, begini, itu, dan hal demikian. Penanda kohesi elipsis dibedakan menjadi tipe-tipe, yaitu penanda kohesi elipsis nomi-nal, penanda kohesi elipsis verbal, dan pen-anda kohesi elipsis klausal. Penanda kohesi Konjungtif dibedakan menjadi lima tipe yaitu penanda kohesi konjungtif aditif, pen-anda kohesi konjungtif adversatif, penanda kohesi konjungtif temporal, penanda kohesi konjungtif kontinuatif, dan penanda kohesi konjungtif kausal. Penanda kohesi leksikal dibedakan menjadi empat tipe yaitu penan-da kohesi leksikal reiteratif, penanda kohesi leksikal sinonimi, penanda kohesi leksikal hiponimi, dan penanda kohesi leksikal kolo-katif. Adapun dalam hal koherensi, wacana komik menunjukkan adanya dua sistem pem-bentukan koherensi, yaitu koherensi yang bersumber dari hubungan kohesi, dan kohe-rensi yang bersumber dari aspek situasional. Koherensi yang bersumber dari hubungan kohesi dibedakan menjadi empat tipe yaitu koherensi kesamaan yang terdiri dari enam subtipe, koherensi keberlawanan, koherensi perturutan yang terdiri dari tiga subtipe, dan koherensi penjelasan yang dibedakan menja-di empat subtipe. Koherensi yang bersumber dari aspek situasional dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu koherensi situasional kesinambungan tindakan, dan koherensi situasional penjela-san, yang mempunyai tiga subtipe, yaitu koherensi situasional penjelasan keadaan, koherensi situasional penjelasan hasil, dan koherensi situasional penjelasan peristiwa. Dalam penelitian ini peneliti member-anikan diri memberi nama untuk tipe-tipe koherensi yang ditemukan karena pada ka-jian-kajian wacana yang dilakukan ahli ba-hasa terdahulu tidak membicarakan masalah tipologi koherensi. Dalam penelitian tentang wacana, istilah-istilah baru dalam hubungan dengan tipologi masalah kohesi. Istilah-istilah yang digunakan un-tuk penamaan tipe koherensi ini ditentukan berdasarkan hubungan makna yang secara dominan terbentuk dalam wacana tersebut. 60I Gusti Ngurah Mayun SusandhikaJURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 01, Feb - Jul 2018 ISSN ISSN Hubungan makna antara unsur pembentukan wacana itu berasal dari keterkaitan kalimat satu dengan kalimat yang lain, dapat juga be-rasal dari keterkaitan antara kalimat-kalimat dalam wacana itu dengan aspek situasional-nya yang berupa gambar-gambar yang men-dukung apa yang diungkapkan dalam kali-mat-kalimat pembentukan wacana PUSTAKAAtar Semi, 1990. Menulis Efektif. Bandung Robert-Alain de. 1981. Inroduc-tion to Text Linguistics. London Santoso, Gunawan. 1987. “Ciri-Ciri Bahasa Komik sebagai Sebuah Rag-am”. Magelang; Makalah David. 1991. A Dictionary of Lin-guistics and Phonetics. Oxford Basil Blackwell, et al. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Sunjono. 1985. “Benang Pengikat dalam Wacana”, dalam Kas-wanti Purwo, 1990. Pusparagam Lin-guistik dan Pengajaran Bahasa. Jakar-ta Arcan, h. 93 - Philip W. 1973. Modern Theories of Linguistics. London Fatimah. 1994. Wacana Pe-mahaman dan Hubungan Antar Un-sur. Bandung Pier Paulo ed. Language and So-cial Context. London Pengius 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole P. dan Morgon J. ed Syn-tax and Semantics, Vol. 3. New York Academy dan Ruqaiya Hasan. 1979. Cohesion in English. London 1992. Bahasa Konteks dan Teks terjemahan Asruddin Barori Tou. Yogyakarta Gadjah Mada Uni-versity Ruqaiya. 1968. Grammatical Cohe-sion in Spoken and Written and Written English. London Purwo, Bambang. 1990. Pusparag-am Linguistik dan Pengajaran Bahasa. Jakarta Purwo, Bambang. 1993. PELLBA 6. Jakarta Lembaga Bahasa Unika Atma Geoffrey, N. 1983. Principles of Prag-matics. New York Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragamatik. Bandung John. 1983. Language, Meaning, and Context. Great Britain Fontana Paper Jos Daniel. 1990. Teori Semantik. Ja-karta Kenneth L. 1992. Konsep Linguistik Pengantar Teori Tagmemik. Jakarta Summer Institute of M. 1993. Paragraf Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta Andi Jan. 1993. Discourse Studies An Introductory Text Book. Amsterdam John Benjamins Publishing Geoffrey. 1980. School of Linguis-tics. London 1998. Analisis Bahasa. Jakarta 1992. Metode Linguistik. Yo -gyakarta Gadjah Mada University 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta Duta Wacana University Wuri. 1991. “Aspek Linguis-tik dan Sosiokultural dalam Humor”, Makalah Pertemuan Linguistik. Jakar-ta Unika Atma Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung 1985. Sosiolinguistik Pengantar Awal. Solo Henary 1985. Explorations in Applied Linguistics. London Oxford Gusti Ngurah Mayun SusandhikaJURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 01, Feb - Jul 2018 ISSN ISSN ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Efektif. Bandung AngkasaAtar SemiAtar Semi, 1990. Menulis Efektif. Bandung to Text LinguisticsRobert-Alain BeaugrandeDeBeaugrande, Robert-Alain de. 1981. Inroduction to Text Linguistics. London Bahasa Komik sebagai Sebuah Ragam". Magelang; Makalah PIBSIBudi SantosoGunawanBudi Santoso, Gunawan. 1987. "Ciri-Ciri Bahasa Komik sebagai Sebuah Ragam". Magelang; Makalah Linguistik dan Pengajaran Bahasa. Jakarta Arcan, hSunjono DardjowidjojoDardjowidjojo, Sunjono. 1985. "Benang Pengikat dalam Wacana", dalam Kaswanti Purwo, 1990. Pusparagam Linguistik dan Pengajaran Bahasa. Jakarta Arcan, h. 93 Pemahaman dan Hubungan Antar UnsurFatimah DjajasudarmaDjajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur. Bandung P GrixeGrixe 1975. "Logic and Conversation", dalam Cole P. dan Morgon J. ed Syntax and Semantics, Vol. 3. New York Academy Press. RADAR JOGJA - Struktur bahasa yang digunakan dalam komik tentu lebih singkat dan padat. Dalam komik, tidak mungkin menggunakan bahasa yang lengkap strukturnya. Berbeda dengan novel atau buku lainnya, gambar merupakan bahasa utama dalam komik. Staf pengajar di Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni FBS UNY Else Liliani menjelaskan, komik mengkomunikasikan pesan melalui gambar. Oleh karena itu, penggunaan bahasa dalam komik tidak perlu seketat penggunaan bahasa dalam ragam standar atau formal, yang berpedoman pada kaidah yang baik dan benar’. Menurutnya, bahasa yang digunakan dalam komik cenderung santai, karena komik sudah bercerita melalui gambar. Sehingga, bahasa hanyalah penunjang gambar dalam komik. Perkembangan bahasa yang digunakan dalam komik saat ini, juga cukup beragam. Yang mana, bahasa akan berkembang sesuai dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, bisa ditemukan komik-komik yang menggunakan bahasa slang atau bahasa gaul. “Bahkan bercampur dengan bahasa asing atau daerah,” jelas Else kepada Radar Jogja Jumat 12/3. Di Indonesia, jenis komik yang booming kali pertama adalah komik Put On di tahun 1930. Komik karya Kho Wan Gie ini bisa hadir setiap minggu di majalah Sin Po. Mengingat oplah Sin Po kala itu cukup tinggi, bisa dikatakan komik Put On sangat populer kala itu. Selain Put On, ada juga komik A Piao karya Goei Kwat Siong. Kho Wan Gie dan Goei Kwat Siong adalah peranakan Tionghoa di Indonesia. Komik Put On ditengarai terinspirasi oleh tokoh Jiggs dari Bringing Up Father karya George McManus. Sedangkan komik A Piao adalah komik yang sarat akan nilai pendidikan, disajikan berupa gambar tanpa kata. Dalam perkembangan komik di Indonesia, peralihan bahasa yang disesuaikan dengan konteks keindonesiaan juga terjadi. Meski alur cerita komik masih setia dengan komik aslinya, ada kemungkinan dalam penyesuaian kultur. “Tahun 1950-an itu mulailah komik-komik kita dipengaruhi terjemahan. Pada 1990 juga dipengaruhi komik terjemahan Jepang,” lanjutnya. Meski demikian, beberapa komik Indonesia juga pernah berjaya di masanya. Seperti pada tahun 1960 ada komik Panji Tengkorak, Jaka Sembung, Si Buta dari Goa Hantu, Gundala dan Godam. “Kalau di era sekarang ya macam si Juki, Benny and Mice,” ungkap Else. eno/laz

kalimat dalam komik berupa bahasa